Kamis, 30 April 2015

Serangaaannnnnn....


Ulat Bulu Serang Bakau


SURABAYA,  — Sebagian tanaman bakau atau mangrove di pantai timur Surabaya, Jawa Timur, rusak diserang ulat bulu. Meski kerusakan tidak masif, kemunculan ulat bulu ini menjadi indikator rusaknya ekosistem kawasan hutan bakau atau mangrove, yaitu hilangnya satwa predator ulat bulu seperti burung pipit dan semut rangrang.

Berdasarkan pantauan Kompas di muara Kali Wonorejo di kawasan pantai timur Surabaya, Rabu (29/4), beberapa tanaman mangrove yang diserang ulat bulu tampak kering dan menguning. Tanaman yang rata-rata setinggi 2 meter itu tidak lagi memiliki daun hijau. Mangrove yang rusak itu terdapat di beberapa lokasi di sepanjang alur Kali Wonorejo hingga ke muara.

"Hanya mangrove jenis Avicennia marina atau api-api yang diserang. Saya tidak tahu mengapa demikian, tetapi ini yang menyebabkan serangan ulat bulu tidak masif," kata Koordinator Komunitas Nol Sampah Hermawan Some.

Hermawan bersama komunitasnya rutin membersihkan sampah di kawasan mangrove di Surabaya. Ia pula yang melihat kemunculan ulat bulu itu sejak dua pekan lalu.

Hasil penelitian Komunitas Nol Sampah pada 2012, di pantai timur Surabaya terdapat 37 jenis mangrove yang terdiri 20 jenis mangrove sejati dan 17 mangrove ikutan. Kawasan mangrove itu juga menjadi habitat bagi ratusan satwa liar seperti burung, monyet ekor panjang, musang, dan puluhan jenis serangga.

Apabila hanya mangrove api-api yang diserang, Hermawan memperkirakan kerusakan mangrove akibat ulat bulu yang terpantau di kawasan pantai timur Surabaya itu baru sekitar 2 hektar. Total luas hutan mangrove di pantai timur Surabaya mencapai 577,455 hektar.

Meskipun demikian, serangan ulat bulu ini tidak dapat dipandang remeh karena beberapa mangrove yang diserang akhirnya mati. Serangan ulat bulu jika dibiarkan juga akan meluas. "Serangan ulat bulu sudah terjadi sejak tahun 2011, setiap musim pancaroba," kata Hermawan.

Kemarin, ulat bulu berwarna hitam sepanjang 4-5 sentimeter itu tidak terlihat lagi. Namun, pada tanaman mangrove yang rusak terlihat banyak bekas kepompong. Hermawan memperkirakan ulat bulu dapat muncul kembali.

Predator

Aktivis lingkungan di bidang pelestarian mangrove, Lulut Sri Yuliani, mengaku jarang melihat sarang semut rangrang dan burung pipit di kawasan mangrove di pantai timur Surabaya. Ia menduga semut dan burung pipit itu banyak diburu karena memiliki nilai ekonomis.
"Banyak jenis burung di kawasan mangrove, tetapi burung pipit yang paling sering memakan ulat bulu," katanya.

Habitat predator ulat bulu itu diperkirakan juga musnah karena sebagian wilayah di kawasan mangrove itu dibabat untuk dijadikan lahan perumahan beberapa tahun lalu. Lulut berharap Pemerintah Kota Surabaya lebih ketat menjaga kawasan konservasi dan segera memperbaiki kerusakan ekosistem tersebut.
Sebagai solusi jangka pendek, Lulut bersama komunitasnya membuat resep pestisida alami untuk memberantas hama ulat bulu. Pestisida alami itu dibuat antara lain dari daun tanaman biduri, serai, dan lidah buaya. Maret lalu, Lulut membagikan cara membuat pestisida itu kepada Dinas Pertanian Kota Surabaya dan kelompok tani.

Kepala Seksi Kehutanan Dinas Pertanian Kota Surabaya Suzy Irawati Fauziah mengatakan, baru mendapat laporan serangan ulat bulu itu pada Rabu. Pada hari itu juga, dirinya mengerahkan tim untuk mengecek lokasi sekaligus membawa pestisida alami tersebut.

Source: http://print.kompas.com/ba…/2015/…/30/Ulat-Bulu-Serang-Bakau
date: 30 April 2015

Edisi Meranggas


Hutan Mangrove Meranggas Diserang Ulat Bulu

Surabaya (BM) – Informasi warga jika kondisi kawasan hutan mangrove di Wonorejo, meranggas mendapat pembenaran dari aktivis lingkungan dari Nol Sampah, Wawan Some, Rabu (29/4). Dengan menggunakan perahu, dia menyaksikan sendiri dampak serangan ulat bulu yang membuat tanaman mangrove meranggas dan kering.
"Memang tidak seluruh kawasan Mangrove itu meranggas. Beberapa bagian terlihat mengering dan mati. Ternyata memang banyak sekali Ulat Bulu ditanaman-tanaman Mangrove tersebut. Akibatnya, tanaman mengering dan mati," kata Wawan Some.
Kalau hal itu tidak segera dicarikan solusi, lanjut Wawan, dikhawatirkan tanaman Mangrove yang berada di kawasan pesisir timur Surabaya tersebut akan tertular dan meranggas lalu mati akibat ulat bulu. "Bentuk ulat bulunya kecil tidak terlalu besar. Warnanya abu-abu. Kayaknya seperti yang ada dipohon-pohon itu. Lumayan banyak. Harus segera dicarikan solusi, supaya tanaman lainnya tidak sampai tertular. Atau malah mati," tegas Wawan Some.
Wawan ingin memberitahukan bahwa diperlukan tindakan segera dalam rangka menjaga kondisi Mangrove. Karena jika dibiarkan, maka fungsi tanaman Mangrove yang satu diantaranya sebagai penahan gelombang atau abrasi tidak akan berjalan sesuai dengan harapan. "Kalau ini dibiarkan, fungsi Mangrove sebagai penahan abrasi menjadi tidak sesuai dengan harapan. Ini bahaya. Perlu segera dilakukan pembenahan," pungkasnya.

BERITA METRO

Minggu, 26 April 2015

Sampah Hari Bumi



Bersih Sampah Plastik di Hutan Mangrove Pamurbaya Tandai Peringatan Hari Bumi



Dalam rangka memperingati Hari Bumi 22 April, Komunitas Nol Sampah, Petani Tambak Truno Djoyo Wonorejo, mahasiswa serta pemerhati lingkungan melakukan kegiatan bersih pantai timur Surabaya (pamurbaya) dari sampah plastik yang mengancam ekosistem hutan mangrove di kawasan Wonorejo, Surabaya.

Sampah plastik menjadi ancaman serius kawasan Pamurbaya, terutama mangrove karena sampah melilit atau menutup akar, batang serta daun mangrove, khususnya anak mangrove yang baru ditanam.
“Sampah plastik ini menjadi ancaman pertumbuhan mangrove serta biota laut lainnya, maka dari itu dalam rangka Hari Bumi 2015 kami melakukan aksi bersih-bersih sampah plastik,” kata Hermawan Some, Koordinator Komunitas Nol Sampah, pada Minggu (19/04/2015).
Aktivis lingkungan memunguti sampah plastik yang berada di  sekitar akar mangrove di pantai timur Surabaya. Foto : Petrus Riski
Aktivis lingkungan memunguti sampah plastik yang berada di sekitar akar mangrove di pantai timur Surabaya. Foto : Petrus Riski
Upaya rehabilitasi mangrove di Pamurbaya menjadi sia-sia, karena ratusan ribu bibit mangrove yang ditanam mati tertutup sampah plastik.
“Sampah plastik perlu mendapat perhatian semua pihak, karena faktanya dari tahun ke tahun sampah plastik di Surabaya terus meningkat. Pada tahun 1988 sampah plastik hanya 5,6%, dan pada tahun 2010 sampah plastik meningkat menjadi 12,4% dari 4.000 ton sampah di Surabaya per hari. Komposisi sampah plastik di Surabaya dan kota-kota di Indonesia juga terus meningkat dari tahun ke tahun,” ujar Hermawan.
Melalui aksi bersih sungai dan mangrove dari sampah plastik, Hermawan berharap masyarakat menyadari bahaya sampah plastik bagi lingkungan. Sejauh ini sampah plastik belum dianggap permasalahan serius, padahal dampak negatifnya sudah dapat dilihat secara langsung, terutama di hutan mangrove Pamurbaya.
“Dengan begini kita dapat menyaksikan secara langsung dampak dari sampah plastik, sehingga diharapkan bisa menyadarkan masyarakat agar mau mengubah gaya hidupnya untuk semakin sedikit menghasilkan sampah plastik,” lanjut Hermawan yang bersama komunitasnya terus mengkampayekan diet tas kresek kepada masyarakat.
Komunitas Nol Sampah bersama petani tambak dan masyarakat pemerhati lingkungan juga menanam 500 bibit pohon mangrove, seperti jenis lindur (Bruguiera gymnorizha) dan bakau (Rhizophora mucronata).
Rehabilitasi Pamurbaya menjadi sangat penting, karena mangrove berfungsi ekologis seperti mencegah intrusi air laut, abrasi pantai, menyerap polutan, serta habitat bagi biota air maupun daratan (nursery ground) bagi kawasan kota Surabaya.
“Vegetasi mangrove juga memiliki fungsi ekonomis yang bisa diolah menjadi bahan makanan dan minuman, seperti buah bogem menjadi sirup mangrove, buah lindur menjadi dawet mangrove, pucuk jeruju untuk teh mangrove dan masih banyak lagi,” ungkap Hanie Ismail, aktivis Komunitas Nol Sampah.
Hutan mangrove di Pamurbaya, juga memiliki fungsi penting sebagai habitat hidup satwa liar. Dari kajian Nol Sampah pada 2012, tercatat ada 20 jenis tumbuhan mangrove sejati dan 17 mangrove ikutan (asosiasi) yang sangat disukai satwa liar sebagai habitat ratusan jenis burung, 53 spesies serangga, 7 spesies mamalia diantaranya monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan musang (Paradoxurus sp), 18 spesies ikan, dan 7 spesies crustaceae, serta beragam jenis reptil.
Tercatat ada 148 jenis burung yang pernah dilihat di hutan mangrove Pamurbaya, , 84 spesies burung merupakan penghuni tetap, dan 12 spesies diantara termasuk jenis yang dilindungi. Juga ada 44 jenis burung migran yang singgah Pamurbaya
Di hutan mangrove Pamurbaya juga ditemukan satu jenis burung yang termasuk langka dan hampir punah yaitu bubut jawa  (Centropus nigrorufus). Menurut lembaga konservasi internasional IUCN, bubut jawa termasuk dalam salah satu burung langka yang diperkirakan mengalami kepunahan dalam jangka waktu 10 tahun mendatang.
Lembaga Birdlife Internasional juga menetapkan Pamurbaya salah satu dari 53 kawasan penting bagi burung (import bird area) di pulau Jawa. 15 kawasan diantaranya berada di Jawa Timur. Daerah penting bagi burung merupakan daerah yang secara internasional penting bagi pelestarian keanekaragaman hayati, baik pada tingkat global, regional maupun sub-regional, serta merupakan alat yang praktis untuk pelestarian keanakeragaman hayati.
Sampah plastik menumpuk menutupi mangrove di pantai timur  Surabaya. Foto : Petrus Riski
Sampah plastik menumpuk menutupi mangrove di pantai timur Surabaya. Foto : Petrus Riski
Kondisi hutan mangrove di Pamurbaya, menurut Hermawan masuk kategori kondisi kritis, karena sebagian besar ketebalannya tidak sampai 100 meter, padahal di sisi selatan Surabaya ketebalan hutan mangrovenya lebih dari 200 meter.
“Ada hitungannya mengenai kerusakan mangrove, dan di Pamurbaya sudah mengkhawatirkan. Makanya kita mendorong pemerintah lebih memperhatikan hutan mangrove di Pamurbaya, terlebih banyak kawasan yang sudah mengalami alih fungsi,” tandas Hermawan.
Sumber:  *Trihadiningrum, 1988;  **Trihadiningrum, 2006; ***Anonim, 2010
Sumber: *Trihadiningrum, 1988; **Trihadiningrum, 2006; ***Anonim, 2010
MONGABAY