Penanaman Mangrove di Pesisir Wonorejo24 Januari 2008 17:23:26 | |
Pagi itu, Selasa (22/1), sedang berkumpul 40 mahasiswa dari tiga himpunan yaitu Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Biologi, Himpunan Teknik Perkapalan dan Himpunan Teknik Kelautan. Nantinya, mereka akan melakukan program kerja penanaman mangrove. Banyak pengalaman seru dalam kegiatan ini, mulai perjalanan menuju Wonorejo hingga penanaman bibit mangrove. | |
Wonorejo, ITS Online - Sejak jam enam pagi, mahasiswa telah berkumpul. Tampak kesiapan dari masing-masing anggota HMJ tersebut. Bahkan salah satu anggota HMJ Teknik Perkapalan bersiap membawa caping (topi khas petani, red). Tak ketinggalan, terpal, matras hingga bekal makanan pun sudah disiapkan. Perjalanan menuju lokasi pun dimulai. Awalnya, untuk menyebrangi sungai Wonorejo, mereka harus diangkut perahu Getek. Bahkan, salah satu sepeda motor yang disebrangkan juga sempat terselip jatuh ke sungai. Setelah itu, peserta sampai di kediaman pak Sony yang merupakan salah satu anggota Komunitas Petani Mangrove Wonorejo. Penantian mereka pun tak berlangsung lama karena Rio, putra pak Sony datang memberi kabar baik. "Perahunya sudah datang mas, " ungkapnya. Peserta penanaman mangrove pun tampak kembali bersemangat dan segera bersiap menuju perahu. Rio menganjurkan tiap orang membawa dua buah bambu agar mudah membuat lubang saat penanaman. Perjalanan dengan perahu mesin pun dimulai. Dalam perjalanan mereka disuguhi menariknya pemandangan alam pesisir. Mulai dari ikan berkaki hingga indahnya sekumpulan burung dara laut yang terbang. Gilang, salah satu peserta tak membiarkan momen tersebut. Dengan kamera handphone nya, dia mengabadikan keindahan bawah sungai tersebut. Akhirnya mereka sampai di tempat penanaman. Namun, karena saat itu air sedang surut, maka perahu tidak dapat menepi. Para peserta harus berjalan ke tepi. Dengan dasar perairan yang berlumpur dan berbatu, tak jarang peserta ada yang terluka kakinya. Iid, salah satu peserta dari Teknik Perkapalan mengaku telapak kakinya lecet. Namuun, karena sebentar lagi air pasang, maka peserta pun segera memindahkan bibit ke lokasi penanaman. "Bila air sudah mulai pasang nanti kita sulit menanamnya," tutur Rio. Sekitar 300 bibit Rhizopora (salah satu jenis mangrove, red) harus mereka pindahkan secara maraton. Karena terlalu banyak bibit yang mesti dipindahkan, seorang peserta sempat mengeluh "Mungkin enak ya hidup di Arab, kita tidak perlu menanam mangrove seperti ini," candanya. Peserta mulai menanan, diawali dengan membuat lubang, kemudian menanamnya. Tak lupa dipasang kayu kecil sebagai penopang bibit kecil mangrove ini. Setelah melakukan penanaman, beberapa peserta melakukan aksi khas si bolang (acara sebuah stasiun TV, red). Ada yang berenang di sekitar pesisir, bahkan ada yang mencari kerang kecil untuk dimakan. Daerah penanaman sendiri menurut pak Sony dulu adalah kawasan pesisir yang banyak ditumbuhi mangrove. Namun, banyak warga pesisir yang mengubah menjadi lahan tambak.”Dulu tanah ini merupakan tanah milik Negara, kemudian lurah setempat memperbolehkan warga untuk menggunakanya sebagai lahan tambak," katanya. Setelah itu, imbuh Sony, banyak PT Developer yang berdatangan membeli lahan tersebut. Beruntunglah, kini lahan itu telah menjadi lahan konservasi, sesuai dengan keputusan alikota yang melarang daerah pesisir digunakan sebagai daerah pembangunan. Pria yang berkecimpung di dunia mangrove sejak tahun 1998 ini juga mengatakan bahwa kini telah banyak orang peduli mangrove. “Mudah-mudahan kepedulian akan mangrove ini tak hanya menjadi demam musiman saja, saya juga berharap setelah ini teman-teman ITS juga masih menyempatkan waktu ikut memantau perkembangan mangrove yang telah ditanam,” harapnya. Sekitar pukul 16.00 rombongan tiga perwakilan himpunan ini kembali ke ITS. Mereka mengaku, meski berpanas-panasan hingga kulit menghitam tapi aktivitas ini menyenangkan. Anita Syafitria, salah satu peserta berharap bahwa akan lebih banyak lagi mahasiswa yang peduli konservasi mangrove. "Setelah ini kami juga akan mengadakan acara serupa, namun rencananya lokasi penanaman di sekitar ITS saja,” ungkap mahasiswi yang juga anggota peneliti sirup mangrove ini. (yud/th@) Sumber: www.its.ac.id |
Kamis, 24 Januari 2008
Kabar dari ITS
Rabu, 09 Januari 2008
Artikel dari Blog Togar Silaban
40 Persen Hutan Mangrove Rusak
Posted : January 9th, 2008 by Togar Silaban and 996 views so far.
Jawapos, Rabu, 09 Jan 2008,
SURABAYA – Kerusakan hutan Mangrove di pantai timur Surabaya diperkirakan sudah menelan kerugian sebesar Rp 16 miliar. Dari 1.180 hektare luas hutan mangrove, yang mengalami kerusakan mencapai sekitar 40 persen atau seluas 400 hektare. Itulah yang mengundang keprihatinan pemkot. Kemarin Wali Kota Bambang D.H. melakukan sidak menyisir kawasan pantai timur Surabaya.
Bersama rombongan yang terdiri atas Asisten I Sekkota B.F. Sutadi, Asisten II Muklas Udin, Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Togar Arifin Silaban, Kepala Dinas Perikanan, Kelautan, Peternakan, Pertanian, dan Kehutanan (DPKPPK) Syamsul Arifin, Kepala Satpol PP Utomo menyisir pantai mulai sungai Nginden depan Stikosa-AWS hingga sungai Wonorejo, Gunung Anyar. Penyisiran pantai yang berlangsung sekitar 2,5 jam itu menemukan berbagai kerusakan hutan mangrove yang tengah dicanangkan pemkot.
Kepala Bidang Pertanian dan Kehutanan DPPKPP Syaiful Arifin mengatakan, akibat kerusakan hutan mangrove itu membutuhkan pemulihan yang cukup lama. Karena itu, upaya yang bisa ditempuh pemkot saat ini adalah rehabilitasi hutan dengan menanam sekitar 580 ribu pohon. “Karena jika tak ditangani segera, dampaknya baru terasa sepuluh tahun lagi,” terangnya. Sebagian besar kerusakan itu terjadi di daerah Wonorejo. Penebangan yang dilakukan warga tak bertanggung jawab itu, kata Syaiful, digunakan untuk berbagai produk. Seperti komestik maupun kayu bakar. “Namun, mereka yang melakukan kerusakan itu kebanyakan adalah pendatang,” cetusnya.
Dia mengatakan, saat ini, petugas yang mengawasi di lapangan sangat terbatas. Hanya delapan personil. Karena itu, pihaknya tengah menggalang kerjasama dengan berbagai pihak. Seperti, Satpol PP, Polsek setempat, Pol Air, maupun peran dari tiap kecamatan. Saat ini, empat kecamatan yang sudah memiliki perahu karet adalah Sukolilo, Mulyorejo, Rungkut, dan Gunung Anyar.
Berdasarkan pengamatan Jawa Pos ketika mengikuti penyisiran, beberapa kawasan terlihat mengalami kerusakan. Pohon-pohon utan di sekitar pantai ditebangi, demikian pula dengan pohon mangrove. Sehingga, daerah pinggir pantai terlihat gersang. bahkan, konon ada lembaga yang berdiri di bawah pembalakan hutan itu. “Pasti ada dalangnya. Karena itu, kami akan tingkatkan pengawasan,” cetus Bambang D.H. Dua hari lalu sempat tertangkap seorang warga yang melakukan penebangan di kawasan Wonorejo. “Saat ini warga itu sudah ditangani polsek Rungkut. Jadi, kami tak segan-segan menindak tegas pembalakan,” ujarnya.
Karena, kata Bambang, target pemkot adalah memulihkan kerusakan 40 persen hutan Mangrove tersebut. selain itu, Bambang juga meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk tak menerbitkan sertifikat tanah di kawasan tersebut bagi yang mengajukan. Sebab, sejak 2006 lalu, berdasarkan RTRW (rencana tata ruang dan wilayah), kawasan Surabaya Timur ditetapkan sebagai kawasan konservasi ekosistem pantai. Disamping itu, saat ini mulai bermunculan beberapa pulau seperti di pantai timur dan perbatasan Surabaya-Gresik. “Status kepemilikan masih diambangkan,” ujarnya. Karena itu, pemkot meminta ke Depdagri terkait kejelasan status tersebut. (kit/nw)
Sumber: JawaPos
Peringatan: Tahun 2011 Pulau Jawa akan tenggelam « previous post «
Kondisi mangrove di pantai Timur Surabaya memang sangat memprihatinkan. Pengrusakan yang dilakukan sudah mempunyai unsur kesengajaan, jadi dilakukan secara sadar oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Sepintas dari laut, seolah pantai ditutupi pohon, tapi sesungguhnya jumlahnya sangat sedikit.
Perusakan yang merampas hak hidup generasi mendatang.