Bersih Sampah Plastik di Hutan Mangrove Pamurbaya Tandai Peringatan Hari Bumi
Dalam rangka memperingati Hari Bumi 22 April, Komunitas Nol Sampah, Petani Tambak Truno Djoyo Wonorejo, mahasiswa serta pemerhati lingkungan melakukan kegiatan bersih pantai timur Surabaya (pamurbaya) dari sampah plastik yang mengancam ekosistem hutan mangrove di kawasan Wonorejo, Surabaya.
Sampah plastik menjadi ancaman serius kawasan Pamurbaya, terutama mangrove karena sampah melilit atau menutup akar, batang serta daun mangrove, khususnya anak mangrove yang baru ditanam.
“Sampah plastik ini menjadi ancaman pertumbuhan mangrove serta biota laut lainnya, maka dari itu dalam rangka Hari Bumi 2015 kami melakukan aksi bersih-bersih sampah plastik,” kata Hermawan Some, Koordinator Komunitas Nol Sampah, pada Minggu (19/04/2015).
Upaya rehabilitasi mangrove di Pamurbaya menjadi sia-sia, karena ratusan ribu bibit mangrove yang ditanam mati tertutup sampah plastik.
“Sampah plastik perlu mendapat perhatian semua pihak, karena faktanya dari tahun ke tahun sampah plastik di Surabaya terus meningkat. Pada tahun 1988 sampah plastik hanya 5,6%, dan pada tahun 2010 sampah plastik meningkat menjadi 12,4% dari 4.000 ton sampah di Surabaya per hari. Komposisi sampah plastik di Surabaya dan kota-kota di Indonesia juga terus meningkat dari tahun ke tahun,” ujar Hermawan.
Melalui aksi bersih sungai dan mangrove dari sampah plastik, Hermawan berharap masyarakat menyadari bahaya sampah plastik bagi lingkungan. Sejauh ini sampah plastik belum dianggap permasalahan serius, padahal dampak negatifnya sudah dapat dilihat secara langsung, terutama di hutan mangrove Pamurbaya.
“Dengan begini kita dapat menyaksikan secara langsung dampak dari sampah plastik, sehingga diharapkan bisa menyadarkan masyarakat agar mau mengubah gaya hidupnya untuk semakin sedikit menghasilkan sampah plastik,” lanjut Hermawan yang bersama komunitasnya terus mengkampayekan diet tas kresek kepada masyarakat.
Komunitas Nol Sampah bersama petani tambak dan masyarakat pemerhati lingkungan juga menanam 500 bibit pohon mangrove, seperti jenis lindur (Bruguiera gymnorizha) dan bakau (Rhizophora mucronata).
Rehabilitasi Pamurbaya menjadi sangat penting, karena mangrove berfungsi ekologis seperti mencegah intrusi air laut, abrasi pantai, menyerap polutan, serta habitat bagi biota air maupun daratan (nursery ground) bagi kawasan kota Surabaya.
“Vegetasi mangrove juga memiliki fungsi ekonomis yang bisa diolah menjadi bahan makanan dan minuman, seperti buah bogem menjadi sirup mangrove, buah lindur menjadi dawet mangrove, pucuk jeruju untuk teh mangrove dan masih banyak lagi,” ungkap Hanie Ismail, aktivis Komunitas Nol Sampah.
Hutan mangrove di Pamurbaya, juga memiliki fungsi penting sebagai habitat hidup satwa liar. Dari kajian Nol Sampah pada 2012, tercatat ada 20 jenis tumbuhan mangrove sejati dan 17 mangrove ikutan (asosiasi) yang sangat disukai satwa liar sebagai habitat ratusan jenis burung, 53 spesies serangga, 7 spesies mamalia diantaranya monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan musang (Paradoxurus sp), 18 spesies ikan, dan 7 spesies crustaceae, serta beragam jenis reptil.
Tercatat ada 148 jenis burung yang pernah dilihat di hutan mangrove Pamurbaya, , 84 spesies burung merupakan penghuni tetap, dan 12 spesies diantara termasuk jenis yang dilindungi. Juga ada 44 jenis burung migran yang singgah Pamurbaya
Di hutan mangrove Pamurbaya juga ditemukan satu jenis burung yang termasuk langka dan hampir punah yaitu bubut jawa (Centropus nigrorufus). Menurut lembaga konservasi internasional IUCN, bubut jawa termasuk dalam salah satu burung langka yang diperkirakan mengalami kepunahan dalam jangka waktu 10 tahun mendatang.
Lembaga Birdlife Internasional juga menetapkan Pamurbaya salah satu dari 53 kawasan penting bagi burung (import bird area) di pulau Jawa. 15 kawasan diantaranya berada di Jawa Timur. Daerah penting bagi burung merupakan daerah yang secara internasional penting bagi pelestarian keanekaragaman hayati, baik pada tingkat global, regional maupun sub-regional, serta merupakan alat yang praktis untuk pelestarian keanakeragaman hayati.
Kondisi hutan mangrove di Pamurbaya, menurut Hermawan masuk kategori kondisi kritis, karena sebagian besar ketebalannya tidak sampai 100 meter, padahal di sisi selatan Surabaya ketebalan hutan mangrovenya lebih dari 200 meter.
“Ada hitungannya mengenai kerusakan mangrove, dan di Pamurbaya sudah mengkhawatirkan. Makanya kita mendorong pemerintah lebih memperhatikan hutan mangrove di Pamurbaya, terlebih banyak kawasan yang sudah mengalami alih fungsi,” tandas Hermawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar