SURABAYA-Keberadaan ekowisata mangrove Wonorejo ternyata diakui cukup efektif sebagai upaya untuk menangkal adanya pembalakan liar pohon mangrove di kawasan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya).
Camat Rungkut Ridwan Mubarun mengatakan, keberadaan ekowsiata mangrove selain sangat penting sebagai pencegah abrasi atau bencana lainnya di sekitar pantai, juga ikut mencegah terjadinya pembaakan liat seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.
"Dengan adanya ekowisata mangrove, secara tidak langsung masyarakat juga ikut menjaga keberadaan mangrove," kata Ridwan Mubarun, Sabtu (23/7).
Menurut dia, adanya mangrove di Pamurbaya di kecamatan lainnya yang diketahui diambil atau dibalak oleh warga yang tidak bertanggungjawab justru tidak terjadi di Pamurbaya, khususnya di kawasan Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut.
"Dulu di Rungkut banyak mangrove yang diambil, tapi sekang dengan adanya ekowisata masyarakat ikut mengawasi," tuturnya.
Ridwan mengatakan kasus pembalakan mangrove di Kecamatan Mulyorejo yang berhasil diungkap beberapa waktu lalu, akibat kurangnya kesadaran dari masyarakat setempat akan pentingnya mangrove. "Pengawasan mangrove tidak cukup dari aparat keamanan saja, melainkan juga dari masyarakat setempat," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, pemanfaatan mangrove tidak bisa dilakukan secara sembarangan atau menebang pohonnya secara liar, melainkan harus dilakukan dengan cermat, seperti halnya yang dilakukan oleh warga Rungkut dalam memanfaatkan mangrove yakni dengan cara hanya mengambil buah dan daunnya saja.
"Biasanya daun mangrove yang diambil untuk memanfaatkan zat pewarnaan alami untuk pembuatan batik. Hal ini yang sudah dilakukan Bu Lulut (penerima penghargaan Kalpataru 2011). Artinya tidak harus menebangi, itu tidak boleh," ucapnya.
Selama ini, lanjut dia, pihaknya sudah memberikan edukasi kepada masyarakat supaya tetap menjaga mangrove serta tidak dibalak secara sembarangan. "Warga sudah tahu, kalau ada warga yang bawa senapan burung di lokasi hutan mangrove maka langsung ditegur," paparnya.
Terkait ini, pemkot terus membangun fasilitas yang disebut Mangrove Information Center (MIC). Fasilitas yang ide awalnya diungkap saat Tri Rismaharini menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) ini berupa hutan mangrove yang panjang sekitar 22 kilometer dan melalui empat kecamatan, yaitu Gunung Anyar, Rungkut , Mulyorejo, dan Sukolilo. Risma menjelaskan, MIC akan punya beberapa fasilitas. Mulai pendidikan, konservasi, hingga ekowisata. Untuk pendidikan, akan ada laboratorium biologi yang dapat digunakan sebagai sarana penelitian. Sedangkan untuk konservasi, MIC dilengkapi kebun pembibitan bakau. ins, purSumber: Surabaya Post
Catatan: Mari pak camat, FKPMNE selalu berada di balik pak camat, untuk terus mengibarkan bendera ekowisata mangrove. Halangan itu anggap saja gonggongan anjing. Khalifah tetap berlalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar