Selasa, 07 April 2009

Kawasan Mangrove di Segara Anakan Memprihatinkan

Kawasan Mangrove di Segara Anakan Memprihatinkan PDF Cetak E-mail
Ditulis Oleh Pikiran Rakyat
Selasa, 07 April 2009

CILACAP, (PRLM),-Tekanan ekonomi terhadap kawasan hutan mangrove (bakau) di Segara Anakan di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah (Jateng) memprihatinkan. Seiring dengan makin maraknya order dari bisnis arang bakau mangrove dari berbagai kota ke wilayah tersebut. Sementara pengawasan dengan sistem patroli terkendala anggaran.

Administratur Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Barat Sangudi Muhamad menyatakan bahwa kondisi mangrove di sekitar Segara Anakan memang membutuhkan penanganan serius.

"Pembalakan memang masih terjadi, karena alasan kondisi ekonomi. Sulitnya mencari ikan membuat sebagian warga kemudian beralih membabat kayu mangrove untuk dijadikan arang," katanya Senin (6/4)

Order arang dari kayu bakau dari kawasan Segara Anakan sangat tinggi sebab order dari sejumlah kota di tanah air sangat besar. Kualitas arang dari mangrove paling bagus karena kayunya keras. Jenis mangrove yang biasa digunakan untuk pembuatan arang adalah jenis Rhizopora sp, Bruguera sp, dan Soneratia sp untuk dijadikan arang.

Kasus terakhir yang ditangani oleh Perhutani adalah penemuan tumpukan arang mangrove dan kayu bakau dilahan milik warga yang diperkirakan mencapai tiga ton. Arang tersebut siap untuk untuk dipasarkan.

"Berdasarkan temuan tersebut diperkirakan luas lahan mangrove yang dibabat untuk kebutuhan bisnis ilegal arang mangrove mencapai puluhan hektar," jelasnya.

Diakui proses hukum untuk pelaku pembalakan mangrove di Segara Anakan sulit untuk ditegakkan sebab itu sangat terkait dengan ekonomi masyarakat setempat. Sebab ketika kasus tersebut dilimpahkan ke aparat kepolisian, mereka berdalih tidak ada pasal dalam KUHP yang terkait dengan masalah pembuatan arang bakau.

Disamping adanya pertimbangan bahwa pembalakan mangrove terjadi karena alasan ekonomi "Sebenarnya pelaku bisa dikenakan UU No 41 Tahun 1997 tentang lingkungan tapi polisi tidak tega , sebab pelakunya bisa dikenakan hukuman penjara 5 tahun penjara dan denda Rp 100 miliar. Kita dan polisi menjadi serba salah dalam penegakan hukum terkait dengan pembalakan mangrove," jelas Sangudi.

Sementara pengawasan dengan sistem patroli sangat besar terutama biaya transportasi dengan kapal, sebab perhutani harus bayar sewa kapal untuk sekali jalan satu kapal sewanya mencapai ratusan ribu rupiah belum biaya bahan bakarnya.

Akibatnya luas areal hutan mangrove terus tergerus oleh kepentingan perdagangan arang bahkan satu dari empat species bakau terancam kepunahan.(A-99/kur)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar