Sabtu, 15 Agustus 2009

300 Hektar Lahan Mangrove Hilang Akibat Pembalakan

15 Agustus 2009, 18:20:48| Laporan Agita Sukma Listyanti

300 Hektar Lahan Mangrove Hilang Akibat Pembalakan

suarasurabaya.net| Pembalakan liar masih menjadi ancaman hutan mangrove. Saat ini saja, sudah ada 300 hektar lahan yang hilang akibat tindakan penebangan liar.

DJOKO SUWONDO Ketua Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) Wonorejo mengakui kawasan di Pantai Timur Surabaya khususnya di Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut menjadi sasaran yang sangat potensial bagi masuknya berbagai macam ancaman.

Selain pembalakan liar, ancaman lain yang menghantui kawasan Pantai Timur Surabaya adalah perburuan satwa liar dan bahkan terorisme.

“Disini (Pantai Timur Surabaya, red) ini memang menjadi pintu masuknya. Pembalakan liar, perburuan satwa liar sampai terorisme. Bahkan, menurut penyelidikan, masuknya terorisme itu dari pesisir. Kawasan semacam ini memang jadi jalur bebas,” kata DJOKO pada suarasurabaya.net, Sabtu (15/08).

Pantai Timur Surabaya dipenuhi oleh lahan hutan mangrove. Setidaknya ada 800 hektar lahan mangrove dan tambak yang terbentang dari Rungkut hingga Gunung Anyar.

Sayangnya, 300 hektar diantaranya hilang karena abrasi dan pembalakan. DJOKO menjelaskan, mutu kayu mangrove lebih unggul dibandingkan lainnya, terutama jika digunakan sebagai bahan bakar.

“Kayu mangrove kalau jadi arang, bisa membakar lebih besar. Bara apinya lebih stabil. Selain itu, akar, buah dan semua dari mangrove itu bisa dimanfaatkan,” ujarnya.

Namun, sejak adanya pos pantau kurang lebih setahun lalu, kawasan Hutan Mangrove berangsur-angsur aman. Kini, sudah ada 2 pos pantau di kawasan mangrove Wonorejo. Fungsinya, untuk menjaga keamanan dan mengantisipasi kecolongan pembalakan maupun terorisme.

Menurut DJOKO, pihaknya melakukan penjagaan 24 jam di setiap pos pantau. FKPM sendiri menyiagakan 9 orang untuk berjaga secara bergantian. Diakuinya, jumlah itu kurang memadai untuk memantau kawasan hutan mangrove yang sangat luas. Ke depan, FKPM berupaya akan melibatkan lebih banyak warga untuk berjaga.

Para penjaga juga dilengkapi dengan fasilitas handy talkie (HT) dengan frekuensi khusus untuk berkomunikasi. Baik HT maupun keberadaan pos pantau merupakan hasil swadaya FKPM dan warga.

“Ini hasil swadaya sendiri. Pemerintah juga tidak membantu. Kemarin saja, setelah ada walikota kesini. Tapi, bantuannya hanya Rp 19 juta. Lebih banyak memang swadaya. Tapi, ke depan kita ingin menggandeng investor,” kata DJOKO.

Sementara itu, guna menambah lahan hutan mangrove, pihak FKPM Wonorejo beserta Kecamatan Rungkut memasang bambu pemecah ombak di sekitar Pos Pantau Mangrove.

Bambu tersebut ditancapkan ke pasir di dasar sungai. Ini dilakukan untuk menahan ombak agar terbentuk sedimentasi. Tanah hasil sedimentasi kemudian bisa dimanfaatkan menjadi lahan penanaman mangrove maupun tambak ikan.

Targetnya, setiap tahun ada pertambahan lahan. Untuk 1-2 meter tambahan lahan umumnya membutuhkan waktu 2 tahun. Seperti yang diketahui, keberadaan Hutan Mangrove sangat penting untuk mengendalikan ekosistem. (git/tin)

Teks Foto :
1. Kawasan Hutan Mangrove Wonorejo yang hilang akibat pembalakan.
2. Penancapan bambu pemecah ombak untuk mengadakan kembali lahan mangrove.
Foto : GITA suarasurabaya.net

Sumber: Suara Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar