Minggu, 16 Agustus 2009

Artikel pembalakan mangrove dari Duta masyarakat

Artikel tentang pembalakan hutan Mangrove pada hari Minggu, tertanggal 16 Agustus 2009 ini diambil dari Harian Duta masyarakat. FKPM aktif dalam mencegah pembalakan Hutan Mangrove, karena memiliki anggota yang dulunya berprofesi sebagai pembalak hutan mangrove.

300 hektar lahan hilang akibat pembalakan


PEMBALAKAN liar masih menjadi ancaman hutan mangrove. Saat ini saja, sudah ada 300 hektar lahan yang hilang akibat tindakan penebangan liar. Ketua Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) Wonorejo, Joko Suwondo, mengakui kawasan di Pantai Timur Surabaya khususnya di Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut menjadi sasaran yang sangat potensial bagi masuknya berbagai macam ancaman.

Selain pembalakan liar, ancaman lain yang menghantui kawasan Pantai Timur Surabaya adalah perburuan satwa liar dan bahkan terorisme. Disini (Pantai Timur Surabaya, red) ini memang menjadi pintu masuknya. Pembalakan liar, perburuan satwa liar sampai terorisme. Bahkan, menurut penyelidikan, masuknya terorisme itu dari pesisir. Kawasan semacam ini memang jadi jalur bebas,kata Joko, Sabtu (15/8).

Pantai Timur Surabaya dipenuhi oleh lahan hutan mangrove. Setidaknya ada 800 hektar lahan mangrove dan tambak yang terbentang dari Rungkut hingga Gunung Anyar. Sayangnya, 300 hektar diantaranya hilang karena abrasi dan pembalakan. Joko menjelaskan, mutu kayu mangrove lebih unggul dibandingkan lainnya, terutama jika digunakan sebagai bahan bakar.

Kayu mangrove kalau jadi arang, bisa membakar lebih besar. Bara apinya lebih stabil. Selain itu, akar, buah dan semua dari mangrove itu bisa dimanfaatkan,ujarnya.
Namun, sejak adanya pos pantau kurang lebih setahun lalu, kawasan Hutan Mangrove berangsur-angsur aman. Kini, sudah ada 2 pos pantau di kawasan mangrove Wonorejo. Fungsinya, untuk menjaga keamanan dan mengantisipasi kecolongan pembalakan maupun terorisme.

Menurut Joko, pihaknya melakukan penjagaan 24 jam di setiap pos pantau. FKPM sendiri menyiagakan 9 orang untuk berjaga secara bergantian. Diakuinya, jumlah itu kurang memadai untuk memantau kawasan hutan mangrove yang sangat luas. Ke depan, FKPM berupaya akan melibatkan lebih banyak warga untuk berjaga.

Para penjaga juga dilengkapi dengan fasilitas handy talkie (HT) dengan frekuensi khusus untuk berkomunikasi. Baik HT maupun keberadaan pos pantau merupakan hasil swadaya FKPM dan warga.

Ini hasil swadaya sendiri. Pemerintah juga tidak membantu. Kemarin saja, setelah ada walikota kesini. Tapi, bantuannya hanya Rp 19 juta. Lebih banyak memang swadaya. Tapi, ke depan kita ingin menggandeng investor,kata Joko.

Sementara itu, guna menambah lahan hutan mangrove, pihak FKPM Wonorejo beserta Kecamatan Rungkut memasang bambu pemecah ombak di sekitar Pos Pantau Mangrove. Bambu tersebut ditancapkan ke pasir di dasar sungai. Ini dilakukan untuk menahan ombak agar terbentuk sedimentasi. Tanah hasil sedimentasi kemudian bisa dimanfaatkan menjadi lahan penanaman mangrove maupun tambak ikan.

Targetnya, setiap tahun ada pertambahan lahan. Untuk 1-2 meter tambahan lahan umumnya membutuhkan waktu 2 tahun. Seperti yang diketahui, keberadaan Hutan Mangrove sangat penting untuk mengendalikan ekosistem.n sir

Artikel diambil dari Duta Masyarakat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar