Selasa, 22 Desember 2009

Artikel dari Unesa.ac.id

KENALKAN BATIK SERU KEKANCAH INTERNASIONAL


[ 22 Desember 2009 ]

LULUK SRI YULIANI (ALUMNI UNESA)

Senin (26/10) di Gramedia Expo Lulut memajang hasil kreasinya batik khas Suroboyo yang lebih dikenal dengan sebutan batik Seru, yakni batik yang berasal dari sisa limbah mangrove. Bahan dasar batik ini memiliki makna tersendiri yaitu sebuah gerakan sosial cinta lingkungan melalui batik. Inovasi batik berjajar di antara puluhan batik lain yang berasal dari kota-kota di Jawa Timur.

Penamaan batik Seru berasal dari kependekan kata ”Seni Batik Mangrove Rungkut Surabaya”. Selain kependekan dari frasa Seni batik Mangrove Rungkut Surabaya, nama itu saya anggap mudah diingat dan lagi pembuatan ini menggambarkan bahwa batik adalah karya seni yang seru,” ungkap Lulut yang pernah bercita-cita sebagai biarawati. Berawal dari kekhawatiran dan empati yang besar terhadap lingkungan, Lulut berupaya menjaga kelestarian lingkungan mulai dari dirinya.

Batik Seru ini memang ekslusif karena dibuat hanya berdasarkan pesanan para pelanggannya. Para pelanggannya itu kebanyakan berasal dari kalangan atas. Harganya yang ditawarkan berkisar antara enam ratus ribu hingga satu juta rupiah. Harga ini memang sepadan dengan proses pembuatannya yang rumit dan membutuhkan waktu satu bulan. Harga tersebut diprediksi akan mengalami kenaikan pada awal 2010 karena Batik Seru mulai memasuki pangsa pasar internasional. Awal 2010 nanti, Bambang D.H., mengajak Lulut yang juga alumnus bahasa Jawa Unesa ini ke Kanada dan Amerika Serikat untuk mempromosikan Batik Seru sebagai batik khas Surabaya. Selain itu, di dua negara besar itu, Lulut akan mendemonstrasikan kepiawaiannya dalam melukis batik.
Lulut memang patut diteladani sebagai perempuan teladan yang mampu berjuang mengentaskan kemiskinan melalui batik dengan berbagi ilmu dan pengalaman kepada warga Rungkut Surabaya. Saat ini telah ada enam puluh orang yang sudah mendapat penyuluhan di bawah binaannya. Berdasarkan ide kreatif dan cerdasnya, limbah mangrove itu ternyata tidak hanya dibudidayakan menjadi bahan pembuatan batik. Produk lain yang juga dihasilkannya adalah limun, sabun khusus untuk perawatan batik, dan pencuci tangan.

Tak hanya itu, pengabdian kepada masyarakat yang telah ditasbihkan semenjak ia sembuh dari lumpuh adalah pembinaan pengembangan potensi anak. Aktivitas rutin yang dilakukan di Wisma Kedung Asem Indah, RT 7/RW 5 Kelurahan Kedung Baruk, Kecamatan Rungkut tersebut adalah membina anak-anak sekolah dasar hingga pendidikan tinggi yang tergabung dalam kelompok Seni Batik Animasi Anak (Sitania). Kelompok binaan ini, dipimpin Nadia Chirssanty Halim, putri Lulut yang berusia 11 tahun. Dalam kegiatan-kegiatannya Lulut akan dibantu oleh Sos Comunity dan beberapa tim perusahaan terkenal.

”Saya sangat cinta dengan batik. Seni membatik merupakan karya seni dan ilmu pengetahuan yang wajib disalurkan kepada orang lain agar masyarakat dapat kreatif sekaligus mengentaskan kemiskinan,” ungkap Lulut menutup wawancara dengan reporter Humas Unesa.

[Humas_Wahyu/Lucky]
http://www.unesa.ac.id/unesa.php?s=berita&xkd=209

Tidak ada komentar:

Posting Komentar