Ekowisata Mangrove Wonorejo, Wisata Alternatif Surabaya
Wisata alam itu kini pengelolaannya dipegang Lembaga Ekowisata Wonorejo, Forum Komunikasi Polisi Masyarakat (FKPM) Kecamatan Rungkut. Di lokasi itu, selain bisa menikmati segarnya hawa pesisir, pengunjung bisa berkeliling menyusuri pantai berhutan bakau tersebut.
Pengelola telah menyiapkan sebuah perahu motor berkapasitas maksimal 40 orang untuk menikmati keindahan lokasi itu. Untuk pengamanan, pengelola juga menyediakan pelampung dan fasilitas wisata lainnya. ''Harga sewa perahunya murah kok. Cuma Rp 350 ribu. Padahal bisa dinaiki 40 orang,'' ujar Irvan Widyanto, camat Rungkut, yang kemarin mendampingi tim Jawa Pos menyusuri hutan bakau di Wonorejo.
Perahu akan bergerak dari dermaga Sungai Wonokromo menuju Selat Madura. Sepanjang perjalanan itu pengunjung menikmati rimbunnya hutan mangrove dan vegetasinya. Di kanan dan kiri sisi sungai terlihat akar-akar bakau yang mencuat di sana-sini.
Dari dermaga, perahu menuju pos pantau pertama yang letaknya berdekatan dengan pos pantau Gunung Anyar yang terletak di atas Sungai Kebon Agung. ''Waktu tempuhnya sekitar 10 menit,'' tutur Irvan.
Selama perjalanan menuju pos pantau mangrove itu, pengunjung akan disuguhi pemandangan nan indah dengan burung-burung yang beterbangan dan hinggap di ranting-ranting pohon mangrove. ''Wah, Surabaya ternyata punya pemandangan alam yang begitu indah, ya,'' kata Omar Faruq, salah seorang pengunjung.
Perahu yang ditumpangi Jawa Pos kemarin berisikan sekitar 15 orang. Selain keluarga Omar, juga ada keluarga Indra Budi Hermawan yang tinggal di kompleks Wiguna. Pengunjung kebanyakan masih asing, sekaligus terperangah dengan keindahan Ekowisata mangrove Wonorejo. Dari pos pantau satu ke pos pantau dua, pengunjung bisa berjalan kaki menyisiri jalan setapak dari bambu yang membelah hutan mangrove. Jaraknya tak lebih dari 30 meter. Di pos pantau dua, pemandangan lebih bagus lagi. Pengunjung bisa menikmati view Selat Madura dari gazebo di situ.
Di pos itu pula pengelola menyiapkan sajian makanan. Ada bandeng sapit dan bandeng lempung khas Wonorejo. Rasanya pedas campur asam. ''Ini, khas makanan pesisir,'' tutur Irvan.
Pagi hari merupakan waktu yang tepat untuk berkunjung ke Ekowisata Mangrove Wonorejo. Udara yang sejuk serta aktivitas penghuni habitat di situ bisa ditemui, termasuk para nelayan yang sedang melaut. ''Kalau pagi, biasanya airnya surut,'' tutur Djoko Suwondo, ketua Lembaga EMW.
Menurut dia, saat pagi itulah banyak burung yang hinggap di ranting-ranting pohon mangrove. Burung-burung itu kebanyakan merupakan burung migrasi dari berbagai dunia seperti Tiongkok, Finlandia, dan Australia. ''Banyak turis asing datang untuk melihat burung-burung di sini,'' tuturnya.
Menurut penelitian Lembaga Kutilang Surabaya, ada 84 jenis burung resident (menetap), 44 jenis burung migran (pendatang), dan 12 jenis burung yang dilindungi yang mampir di Ekowisata Mangrove Wonorejo. ''Yang paling banyak kunthul putih,'' tuturnya.
Sumber : JawaPos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar