Senin, 23 Maret 2009

Konsep Sederhana Pengamanan, Menanti Kiprah FKPM


DALAM konsep pengamanannya, Kapolwiltabes Surabaya Kombespol Ronny Franky Sompie mengaku menitikberatkan pada perpolisian masyarakat (polmas). Sebab, bila itu berjalan baik, rasa aman bisa didapatkan dengan biaya yang sangat murah dan efektif.

Konsepnya sederhana. Masyarakat diajak ikut serta dan bahkan yang paling aktif mengamankan lingkungannya sendiri. ''Singkatnya, masyarakat menjadi polisi bagi dirinya sendiri dan lingkungannya,'' ucap orang nomor satu di jajaran kepolisian Surabaya tersebut. Di Surabaya, bentuk konkret dari polmas adalah Forum Kemitraan Polisi-Masyarakat (FKPM).

Sejak mulai digalakkan sekitar dua tahun lalu, di Surabaya ada 1903 FKPM. Rinciannya, 1.736 FKPM wilayah dan 167 FKPM kawasan.

FKPM wilayah adalah FKPM yang terbentuk berdasar wilayah. Contohnya, RT atau RW. Sedangkan FKPM kawasan terbentuk berdasar komunitas atau persamaan kepentingan. Misalnya, FKPM industri di kawasan SIER Rungkut.

Ronny berharap agar FKPM bisa menangani masalah-masalah sosial dan pidana ringan di tingkat masyarakat. ''Jadi, bila ada kejahatan, memang tinggal yang besar-besar. Indeks kriminalitas pun bisa diturunkan,'' ucap perwira dengan tiga mawar di pundak itu.

Berdasar data penyelesaian kasus yang dilakukan, polisi pantas berharap banyak terhadap FKPM. Pada Februari lalu, FKPM berhasil menyelesaikan 221 kasus. Paling banyak adalah penganiayaan ringan. ''Mencapai 82 kasus selama Februari,'' kata Kabag Binamitra Polwiltabes Surabaya AKBP Sri Setyo Rahayu. Sisanya adalah 30 pertikaian, 28 kecelakaan, 35 kasus perbuatan tak menyenangkan, dan sejumlah kasus kecil lainnya.

Namun, jika dibandingkan dengan tujuan utamanya, yaitu menurunkan indeks kriminalitas, FKPM masih jauh panggang dari api. Sebanyak 1.100 kasus kejahatan jalanan selama dua bulan, sepuluh perampokan menonjol (di antaranya bersenpi dan disertai penyekapan) yang rata-rata dilakukan di siang bolong, menunjukkan konsep pengamanan tersebut masih belum maksimal.

Perwira yang akrab dipanggil Yayuk itu pun tak menutup mata terhadap kelemahan tersebut. Banyak hal yang telah dilakukannya. Di antaranya, selama seminggu empat kali, Yayuk mengundang sejumlah elemen masyarakat untuk membahas masalah keamanan dalam rangka akselerasi polmas. ''Tapi memang masih banyak yang kurang,'' tutur Yayuk.

Dia kemudian menunjuk pada Bagian Binamitra Polres Surabaya Selatan dan Polres Surabaya Timur. ''Sangat kurang sekali kerjanya,'' urainya. Padahal, Surabaya Selatan dan Surabaya Timur adalah kawasan yang paling rawan terjadi kriminalitas. ''Namun, lihat, sama sekali belum ada laporan kerja apa pun dalam bidang FKPM,'' tutur perwira yang lama berdinas di Papua tersebut.

Yayuk mengatakan telah melayangkan surat teguran kepada jajarannya di Surabaya Selatan dan Timur tersebut. ''Bila bagian binamitra-nya kurang proaktif, itu adalah penyebab lemah dan lambatnya pengembangan pengamanan swakarsa masyarakat,'' tegasnya. (ano/dos)

Sumber: Jawa Pos

Sabtu, 14 Maret 2009

Dari Luar: FKPM Kutim Jadi Percontohan




Sabtu, 14 Maret 2009 , 08:23:00

SENGATA-Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) yang dicanangkan Kapolda Kaltim Irjen Pol Andi Masmiyat di Sengata belum lama ini, bakal dijadikan percontohan bagi satuan wilayah kepolisian di seluruh Indonesia.

Untuk itu tim dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) bekerja sama Japan International Cooperation Agency (JICA) datang ke Kutim melakukan penelitian. “Kami ingin melihat apa yang sudah dilakukan Kutim dalam pelaksanaan FKPM ini,” kata Drs A Wahyurudhanto M.Si, dosen sekaligus peneliti dari PTIK, Jumat (13/3) kemarin.

Wahyu yang didampingi Senior Superintendent (Brigjen Pol) Suzuki Motoyuki dari JICA menambahkan untuk wilayah Polda Kaltim selain Kutim yang akan dijadikan prototype penelitian terdapat 4 satuan wilayah kepolisian lagi. Yakni Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, Balikpapan, dan Samarinda. “Nantinya hasil penelitian ini akan dijadikan buku untuk selanjutnya menjadi acuan pengembangan FKPM di seluruh satuan wilayah kepolisian di seluruh Indonesia,” kata Wahyu.

Sedangkan Kapolres Kutim H Faizal mengatakan, FKPM ini merupakan pemikiran pihak kepolisian untuk melibatkan masyarakat dalam membangun kesadaran menjaga kamtibmas dan ketertiban lalulintas. Pembentukan FKPM sesuai dengan Kebijakan dan Strategi Perpolisian Masyarakat melalui surat keputusan Kapolri No Pol SKEP/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 yang isinya menerangkan mengenai penerapan model perpolisian masyarakat dalam penyelenggaraan tugas polri.

Anggota FKPM menurut Kapolres, berada di setiap desa atau kelurahan dan bertugas secara suka rela untuk memberikan solusi tentang permasalahan Kamtibmas. Seperti penyadaran hukum kepada masyarakat, pencegahan gangguan keamanan dengan melakukan siskamling maupun pemberian informasi awal mengenai tindak pidana yang terjadi di daerah tersebut. ”Anggota FKPM terdiri dari gabungan polisi dan masyarakat. Anggota polisi disebut Babinkamtibmas. Sedangkan anggota dari masyarakat terdiri dari elemen tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pemuda,” jelas Faizal. (zom)


Sumber: KaltimPost

Rabu, 11 Februari 2009

FKPM: Premanisme Model Baru

Pengantar Redaksi  Sebuah tulisan dari blog petanidakwah, yang sebenarnya juga cukup encerminkan sepak terjang FKPMNE di kawasan masyarakat rungkut. Silahkan anda simak dan diperbandingkan dengan aktifitas kami di rungkut, Surabaya

Redaksi

FKPM: Premanisme Model Baru 

Terbentuknya Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) yang merupakan pengembangan dari model sosialisasi dari Polmas (Polisi Masyarakat) kepada masyarakat telah membawa angin segar bagi sebagian masyarakat Indonesia (berdasarkan Skep Kapolri No.Pol.:Skep/737/IX/2005 Tanggal 13 Oktober 2005). Keberadaan Polmas maupun FKPM ini diharapkan akan mampu menyelesaikan setiap masalah sejak dini sebelum berkembang meluas menjadi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).

Akan tetapi bagi sebagian masyarakat yang lain keberadaan FKPM di masyarakat ternyata justru telah menciptakan sebuah praktik premanisme model baru di masyarakat dan gejolak social lainnya. Dalam sebuah kasus yang terjadi di wilayah Yogyakarta, keberadaan FKPM yang digadang-gadang menjadi alat deteksi sejak dini terhadap segala permasalahan kemasyarakatan justru meresahkan masyarakat. Kejadian berawal dari perekrutan anggota FKPM yang kebanyakan memiliki track record yang tidak baik di masyarakat (sebagian besar memiliki kebiasaan minum-minuman keras dan sering terlibat perkelahian). Orang-orang ini dipilih (tepatnya ditunjuk) oleh petugas keamanan di wilayah tersebut karena selama ini mereka menjadi “keamanan” di wilayah tersebut sehingga ketika ada gangguan keamanan dan ketertiban dimasyarakat mereka sudah biasa menanganinya. Setelah perekrutan anggota selesai kemudian dibentuklah pengurus FKPM. Dengan alasan untuk kemudahan dalam melakukan koordinasi FKPM tersebut berinisiatif untuk membuat seragam dan pengadaan HT.

Karena belum memiliki dana maka mereka secara sepihak sepakat untuk mengumpulkan dana yang dihimpun secara langsung dari masyarakat dengan jalan door to door. Setelah mendapat tentangan dari sebagian masyarakat, FKPM pun mulai mengubah strategi. Mereka bertemu dengan pengurus masyarakat setempat dan mengusulkan agar seluruh ketua RT dan anggota FKPM dilengkapi dengan HT agar ketika terjadi sesuatu bisa cepat berkomunikasi. Dengan dalih ini maka keinginan untuk mendapatkan seragam dan HT secara gratispun bisa di dapat.

Di samping itu anggota FKPM juga mengusulkan kepada tokoh masyarakat agar dalam setiap kegiatan di masyarakat selalu melibatkan mereka. Mereka berjanji tidak akan memungut biaya keamanan namun, “Alangkah baiknya jika pemangku kegiatan memberikan uang ROKOK ala kadarnya”, begitu tandas salah seorang pengurus FKPM. Dan benar saja dalam beberapa kejadian FKPM ini melakukan kegiatan yang (menurut saya) kelewat batas.

Misalnya, pada bulan Ramadhan dengan bermodalkan seragam kebesarannya dengan terang-terangan mereka meminta jatah konsumsi selama satu bulan penuh kepada panitia Ramadhan di masjid setempat. Padahal tidak ada kegiatan yang mereka lakukan selain hanya duduk-duduk di lapangan bulutangkis. Melihat kasus di atas setidaknya ada dua hal yang wajib menjadi perhatian kita, terutama pihak kepolisian. Pertama, kehadiran FKPM di masyarakat nyata-nyata telah memunculkan praktik-praktik premanisme. Masyarakat merasa harus memberi dukungan dana dan fasilitas kepada FKPM agar keamanan dan ketenteraman mereka terjamin. Kedua, keberadaan FKPM di masyarakat ternyata juga telah menimbulkan gesekan dengan satuan kerja lain yang telah ada di masyarakat yaitu Hansip. Sejak kehadiran FKPM posisi Hansip seperti tersisihkan.

Dalam beberapa pengamatan, oknum FKPM melakukan tindakan-tindakan yang arogan seolah mereka adalah kepanjangan tangan dari kepolisian. Para Oknum FKPM berusaha mengambil alih wilayah kerja yang selama ini menjadi lahannya para hansip. Sementara itu masyarakat juga tidak kuasa menolak keinginan dari FKPM untuk ”mengamankan” kegiatan mereka. Dengan konsekuensi mereka harus memberikan uang rokok jauh di atas uang rokok yang diberikan kepada para hansip. Praktis setelah kehadiran FKPM para hansip terpaksa harus menyimpan baju seragamnya yang sudah dikenakan bertahun-tahun. Kalau hal seperti ini dibiarkan saja maka kehadiran FKPM di masyarakat bukan mustahil akan semakin menambah beban dan mengganggu ketenteraman masyarakat.

Sebelum terlalu jauh sebaiknya pihak kepolisian segera mengambil tindakan yang tegas terhadap perilaku oknum FKPM yang melanggar. Jangan sampai kedekatan FKPM dengan polisi dimaknai sebagai bentuk dukungan kepolisian secara penuh terhadap segala kegiatan FKPM. Karena selama ini masyarakat memahami bahwa FKPM adalah kepanjangan tangan dari Kepolisian dengan alasan bahwa keduanya selalu menjalin hubungan yang intensif dalam setiap kegiatannya. Sehingga alangkah baiknya jika pihak kepolisian melakukan sosialisasi yang maksimal kepada masyarakat terhadap posisi FKPM yang sebenarnya. Jangan sampai FKPM bertindak semau gue yang membawa-bawa nama kepolisian dan melakukan berbagai aksi yang meresahkan masyarakat. Ini penting mengingat gejala seperti ini sudah mulai muncul di tengah-tengah masyarakat.


Sumber: Blog Petanidakwahmenulis

Kamis, 22 Januari 2009

Artikel dari aph168.blogspot.com

Thursday, January 22, 2009

Potensi Kelautan JATIM


Ekosistem Pesisir dan Laut

Wilayah laut dan pesisir memiliki nilai strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap kerusakan dan perusakan. Oleh karenanya diperlukan pengelolaan yang bijaksana dengan menempatkan kepentingan ekonomi secara proporsional dengan kepentingan lingkungan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Pengelolaan sumberdaya pesisir dan perikanan melibatkan banyak aspek terkait serta beragamnya pihak yang memiliki kepentingan terhadap sumberdaya tersebut. Masyarakat sebagai pihak yang paling dekat dan paling memahami kondisi sumberdaya di daerah dan di sekitarnya memiliki/perlu memiliki kepekaan untuk menjaga dan melindungi sumberdaya dari berbagai ancaman dan tekanan yang merusaknya. Masyarakat juga memiliki kearifan local yang secara efektif dapat menjadi norma pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan.
Keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam pengelolaan tidak hanya sebagai pelaku atau object tetapi secara penuh terlibat dalam konsep pengelolaan sehingga masyarakat merasa memiliki sumberdaya dan ekosistem tersebut.

Sumber Daya Ikan
Berdasarkan hasil analisis data maupun secara visual tampak bahwa kondisi perikanan tangkap di wilayah Selat Madura sudah memprihatinkan, sementara itu untuk wilayah selatan masih berpeluang untuk dikembangkan. Sedangkan untuk wilayah utara dan Selat Bali perlu kehati-hatian dalam pengembangannya.

Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis di perairan utara Jatim dan Selat Madura dalam kondisi padat tangkap/overfishing karena pemanfaatannya sudah melebihi nilai jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB), sedangkan di perairan Selat Bali dan selatan Jatim dalam kondisi underfishing.

Operasi penangkapan yang dilakukan di perairan Jatim belum efisien, karena semakin meningkatnya upaya penangkapan yang dilakukan ternyata hasil tangkapan per unit usaha penangkapan (CPUE) yang diperoleh semakin kecil.

Budidaya
a. Budidaya perikanan air payau/tambak tersebar di 22 kabupaten/kota, sesuai dengan potensi yang ada. mempunyai prospek dalam rangka menunjang kebutuhan konsumsi pangan ikani dalam negeri maupun ekspor ke mancanegara. Jenis organisme yang dibudidayakan antara lain bandeng (Chanos chanos Forsk), udang windu (Penaeus monodon Fab), udang putih, (Penaeus merguiensis) udang Vanname, ikan kerapu (Epinephelus spp), kepiting (Scylla serrata) dan rumput laut (Gracilaria spp)
b. Luasan tambak tahun 2006 dan 2007 mengalami penurunan disbanding tiga tahun sebelumnya; disebabkan oleh meningkatnya serangan penyakit udang; dampaknya menurunkan usaha budidaya tambak. Dalam pada itu peningkatan luasan yang terjadi dari tahun 2006 ke tahun 2007, menunjukkan bahwa terjadi pemulihan aktifitas budidaya dengan berkembangnya komoditas udang vanname sebagai alternatif pengganti udang windu
c. Produksi budidaya tambak tahun 2007, meningkat walau tidak signifikan karena usaha budidaya udang vanname, demikian pula berkembangnya usaha budidaya tambak tradisional dan perluasan (ektensifikasi) usaha budidaya khususnya sawah tambak Hasil survey menunjukkan bahwa rata-rata produksi udang vanname di tambak intensif dapat mencapai produksi 10 -12 ton / Ha.
d. Sebagian besar rumah tangga perikanan (RTP) tambak berada di Kabupaten Gresik 10.127 RTP, diikuti Kabupaten Sidoarjo 3.084 RTP, Lamongan 2.714 RTP dan Sampang 2.095 RTP . Sementara itu kabupaten dengan jumlah RTP terkecil adalah Kabupaten Lumajang 6 (enam) RTP , Malang 119 RTP, Blitar 3 (tiga) RTP, dan Tulungagung 3 (tiga) RTP.
e. Berdasarkan kategori jenis benih ikan yang dibudidayakan, ternyata RTP bandeng dan udang (polikultur) lebih banyak dibanding monokultur; demikian pula halnya dengan kategori luas usaha, jumlah RTP yang luas usaha antara 2 – 5 Ha adalah terbanyak dibandingkan dengan luasan lainnya. Data menunjukkan bahwasanya secara umum tingkat teknologi budidaya tambak didominasi oleh usaha budidaya tambak tradisional dan semi intensif, hanya sebagian kecil sebagai usaha budidaya tambak intensif.
f. Data terakhir(tahun 2007) menunjukan bahwa luas tambak yang berada di kawasan pantai utara Jawa Timur sekitar 34,54%, kawasan pantai perairan Selat Madura 63,56%, dan kawasan pantai perairan Selat Bali dan Samudera Hindia 1,88%. Apabila dikaitkan dengan pola usaha tambak tradisional bahwa kawasan pantai perairan Selat Madura merupakan kawasan tambak yang paling luas; hal ini dikarenakan pasang surut laut relatif tinggi sesuai dengan kebutuhan pola usaha tambak tradisional.
g. Sampai dengan tahun 2007 berdasarkan data tersedia perkembangan areal budidaya laut di Jawa Timur tersebar di 5 (lima) kabupaten yaitu: Kabupaten Sumenep, Probolinggo, Sitobondo Banyuwangi dan Trenggalek; dengan jenis komoditas yang dibudidayakan meliputi: rumput laut (Eucheuma cottoni), kerapu (Epinephelus spp) dan udang barong (Panulirus spp).
h. Setiap wilayah memiliki komoditas spesifik yang dibudidayakan sesuai potensi dan sifat karakteritik perairan antara lain kondisi fisika kimia perairan masing-masing. Misal di Kabupaten Sumenep produk utama adalah rumput laut Eucheuma cottoni dan Eucheuma spinosum telah menjadi usaha utama masyarakat pesisir karena harganya tinggi. Potensi areal rumput laut tersebar di beberapa wilayah kecamatan seluas ± 11.500 Ha,Usaha. Sedangkan di Kabupaten Trenggalek budidaya laut baru dikembangkan tahun 2004 di pantai Karanggongso Kecamatan Watulimo, Kegiatan tersebut belum menunjukkan hasil optimal karena kendala teknis dan non teknis. Sejak tahun 2006 kegiatan budidaya laut kerang mutiara (Pinctada maxima), lobster (Panulirus spp) dan rumput laut (Eucheuma cottoni).berkembang di pantai Jokerto Desa Ngelebeng Kecamatan Panggul.

Kegiatan Ekonomi Laut Lainnya
Sering muncul pemasalahan pengelolaan potensi karena masalah konflik pemanfaatan dan kewenangan. Penyebab utama konflik tersebut adalah karena tidak ada aturan yang jelas tentang penataan ruang pesisir dan lautan dan alokasi sumberdaya yang terdapat di kawasan tersebut.

Pengembangan industri maritim di daerah lain selain wilayah kawasan Surabaya-Gresik kurang berkembang hal ini dikarenakan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan yg sangat terkosentrasi selama ini di wilayah daratan Jawa Timur dan pantai utara sisi Barat.

REKOMENDASI
a. Dalam pengelolaan ekosistem empat aspek utama diperlukan yang meliputi penataan wilayah atau zonasi, sistem pengelolaan ekosistem pesisir dan sumberdaya perikanan, sistem pemantauan dan pengawasan ekosistem pesisir dan sumberdaya perikanan, perencanaan program dan jenis kegiatan.
b. Daerah Kabupaten/kota segera menyusun tata ruang pesisir dan laut sesuai kewenangannya dibawah koordinasi Pemerintah Propinsi; dan secara sinergis saling mendukung tata ruang antar daerah serta tidak bertentangan dengan kebijakan tata ruang regional Jawa Timur. Daerah kabupaten/kota yang telah mempersiapkan/melaksanakan penataan pesisir dan laut supaya segera dituangkan ke dalam peraturan daerah sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
c. Dalam rangka pengembangan sumberdaya kelautan secara optimal dan berkelanjutan pada masa sekarang dan yang akan datang; maka perlu dilakukan upaya rehabilitasi dan konservasi sumberdaya kelautan dan ekosistemnya. Tindakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya dukung serta kualitas lingkungan kawasan pesisir dan laut sehingga dapat menunjang kelestarian usaha perikanan tangkap, perikanan budidaya, pariwisata bahari secara berkelanjutan’ utamanya diprioritaskan pada habitat perairan/ekosistem yang kritis; yaitu perairan Selat Madura, Laut Jawa dan Selat Bali.
d. Pembangunan dan pengembangan ”mangrove fisheries” atau dikenal dengan mina-wana dalam rangka meningkatkan produktivitas alamiah ekosistem pesisir dan laut; utamanya dengan mengembangkan sistem budidaya perikanan ramah lingkungan
e. Rehabilitasi dan pengembangan prasarana dan sarana perikanan tangkap maupun perikanan budidaya, termasuk mengefektifkan fungsinya sehingga prasarana dan sarana tersebut berkembang menjadi pusat industri dan sekaligus pemasaran produk-produk kelautan; seperti pelabuhan perikanan, jaringan irigasi pertambakan, pengembangan dan optimalisasi perbenihan Unit Pembenihan Rakyat (UPR) serta diimbangi dengan pengawasan dan sertifikasi benih.
f. Penyempurnaan, pengembangan dan melakukan diversifikasi usaha perikanan tangkap maupun perikanan budidaya; dengan diimbangi penerapan teknologi ramah lingkungan dalam rangka meningkatkan produktifitas serta mutu produk kelautan
g. Redistribusi dan rasionalisasi upaya tangkap (fishing effort) meliputi jumlah kapal ikan yang beroperasi, jumlah nelayan dll; sesuai dengan potensi lestari sumberdaya ikan berdasarkan wilayah pengelolaan perikanan Jawa Timur. Dari itu perlu dilakukan evaluasi potensi yang masih bisa dimanfaatkan secara ekonomis oleh masyarakat kelautan. Lebih lanjut dengan mengembangkan pola peran serta masyarakat akan lebih di kedepankan, maka pembentukan forum komunikasi dalam bentuk kelembagaan formal maupun informal perlu segera diwujudkan.
h. Melengkapi informasi berkaitan dengan keberadaan benda-benda berharga asal kapal tenggelam dll di perairan wilayah Jawa Timur, merupakan faktor kunci mengembangkan wisata budaya, wisata bahari, serta wisata religius secara terpadu; yang pada gilirannya dapat meningkatkan perekonomian daerah.
i. Peningkatan dan pengembangan serta kemampuan pemasaran produk-produk kelautan melalui peningkatan mutu, promosi dan pengembangan infrastruktur. Peningkatan mutu dari proses hulu hingga hilir harus mengikuti standard internasional seperti Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan ISO 14000; sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap proses ketertelusuran (tracebility) jika terjadi sesuatu atas produk kelautan di pasar mancanegara.
j. Sistem promosi dan pengembangan pasar produk-produk kelautan dilakukan secara sistematis dengan memperkuat market intelligence untuk menguasai informasi tentang persaingan segmen pasar dan selera (preference) konsumen tentang jenis dan mutu komoditas kelautan yang dikehendaki pasar.
k. Berdasarkan wilayah maka dapat direkomendasikan:
- Wilayah selatan masih berpotensi untuk dikembangkan.
- Wilayah Selat Madura sebaiknya dilakukan selektifitas untuk operasi penangkapan ikan.
- Wilayah utara dan Selat Bali bisa dikembangkan dengan prinsip kehati-hatian.
l. Pengembangan perikanan di perairan utara Jatim dan Selat Madura dilakukan dengan prinsip ramah lingkungan dengan jalan antara lain:
- Pembatasan/pengetatan penggunaan ukuran mata jaring kecil;
- Mencari fishing ground alternatif;
- Meningkatkan teknologi operasi penangkapan untuk mendukung operasi di laut lepas dan di luar Selat Madura;
- Membatasi ijin operasi dan pembuatan kapal kecil (dan sebaliknya memberikan ijin pembuatan dan operasi kapal ikan ukuran besar); dan
- Meningkatkan kualitas dan ketrampilan sumberdaya manusia/nelayan.
m. Pengembangan perikanan di wilayah Selat Bali dan selatan Jatim dilakukan dengan prinsip ramah lingkungan dengan jalan antara lain: Meningkatkan teknologi penangkapan ikan; Meningkatkan kualitas nelayan;Memperluas daerah penangkapan/fishing ground ke arah ZEEI.


Sumber: aph168.blogspot.com

Kamis, 04 Desember 2008

Perampokan Mengganas di Bekasi

Kamis, 4 Desember 2008 | 06:05 WIB

Sebagai kota tetangga sekaligus kawasan penyangga DKI Jakarta, permasalahan yang terjadi hampir sama dengan masalah yang membelit Jakarta. Mulai persoalan kerusakan jalan, lalu lintas yang semrawut, dan ancaman banjir terjadi di beberapa wilayah Bekasi.

Persoalan pelik lain yang membelit Bekasi adalah masalah kriminalitas. Data Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi dan Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi Kabupaten menunjukkan kecenderungan meningkat.

Di Kota Bekasi saja, misalnya, dalam 10 bulan (mulai Januari sampai Oktober) terakhir jumlah kumulatif kasus kriminalitas yang ditangani Polres Metro Bekasi mencapai 3.213 kasus, termasuk di dalamnya adalah kecelakaan dan pengaduan masyarakat. Padahal pada tahun 2007, jumlah kasus kriminalitas yang ditangani jajaran Polres Metro Bekasi sebanyak 3.183 kasus.

Jajaran Polres Metro Bekasi dan Polres Metro Bekasi Kabupaten dituntut bekerja ekstra di tahun-tahun mendatang. Terutama dalam pengungkapan kasus perampokan bersenjata dan pengungkapan penemuan korban pembunuhan disertai mutilasi.

Kedua jenis kasus kriminal tersebut tampak paling menonjol dan menarik perhatian khalayak pada tahun ini.

Semakin nekat dan ganas

Kasus perampokan bersenjata yang tergolong besar adalah perampokan di Kantor Bank Rakyat Indonesia Unit Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi. Peristiwa itu terjadi 27 Juni silam. Kawanan perampok yang beranggotakan enam orang dan tiga di antaranya bersenjata api berhasil mendobrak pintu bank.

Kawanan perampok ini kemudian menyekap enam pegawai bank, seorang petugas keamanan, seorang petugas jasa pembersih, dan dua nasabah bank di ruang belakang. Kawanan perampok itu berhasil membawa kabur uang ratusan juta rupiah. Para perampok itu sampai saat ini masih bebas berkeliaran.

Sekitar sebulan kemudian terjadi lagi perampokan nasabah bank di Bekasi Barat, Kota Bekasi. Korbannya Beni (47), pedagang AC di kompleks ruko Caman. Salah seorang dari dua perampok itu berusaha menembak Beni karena melawan. Meski Beni selamat, perampok berhasil membawa kabur uang Rp 53 juta yang baru diambil dari bank.

Belum lama ini, kawanan perampok bersenjata beraksi di kawasan perumahan di Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi. Sasarannya adalah mobil. Salah satunya terjadi di perumahan Cikarang Baru, kawasan Jababeka, pada Rabu (12/11). Korbannya Hamam Zakiy (30).

Mutilasi

Kasus lainnya yang menonjol adalah penemuan korban mutilasi. Tiga kasus penemuan korban mutilasi terjadi pada Agustus 2007 sampai April 2008. Tiga kasus itu masih misteri itu, satu kasus terjadi tahun 2007 dan dua kasus tahun 2008. Jasad penemuan korban mutilasi pada Agustus 2007, di tepi saluran Kali Malang, Bekasi Timur. Kasus itu sampai sekarang belum terungkap.

Demikian juga penemuan jasad anak laki-laki di tepi Jalan HM Joyomartono, Bekasi Timur, Januari 2008, dan penemuan jasad perempuan korban mutilasi di tepi Jalan Sersan Aswan, Bekasi Timur, April 2008, hingga kini belum terungkap.

Belum selesai tiga kasus misteri itu terungkap, polisi di Kota Bekasi kembali dikejutkan dengan penemuan korban mutilasi di Muara Gembong, Kabupaten Bekasi.

Rabu (26/11), empat nelayan di Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, menemukan sebuah koper besar terapung sekitar satu kilometer dari tepi Pantai Muara Bendera. Saat dibuka oleh para nelayan terlihat isi koper itu potongan tubuh dan kaki seorang laki-laki. Identitas korban sampai saat ini belum diketahui karena kepala dan kedua tangan korban mutilasi juga belum ditemukan.

Keberhasilan polisi mengungkap kasus pembunuhan disertai mutilasi pada tahun 2008 ialah pada kasus Very Idam Henyansyah alias Ryan. Walaupun lokasi penemuan korban mutilasi berada di Jakarta Selatan, korban teridentifikasi sebagai Heri Santoso, warga Kampung Benda, Kelurahan Jatirasa, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi.

Kasus Heri ini kemudian menjadi kunci terungkapnya kasus mutilasi yang dilakukan oleh Ryan sejak beberapa tahun lalu di daerah Jawa Timur.

Rumus kejahatan

Di kalangan polisi berlaku rumus K = N + K. Apabila rumus itu dijabarkan kira-kira bermakna kejahatan terjadi karena ada niat pelaku dan kesempatan.

”Karenanya, kami sudah berupaya menekan kriminalitas dengan mengedepankan pencegahan sehingga mengurangi kesempatan bagi pelaku untuk bertindak,” kata Kepala Polres Metro Bekasi Kabupaten Ajun Komisaris Besar Herry Wibowo ketika ditemui akhir November lalu.

Patroli dan razia kendaraan secara intensif merupakan bentuk pencegahan. Pelibatan masyarakat melalui Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) atau kegiatan Kelompok Sadar Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Pokdar Kamtibmas) juga bagian pencegahan tersebut.

Akan tetapi, tanggung jawab penegakan keamanan wilayah tentunya tetap disandang polisi. ”Karena polisi adalah aparat keamanan, tidak ada pihak atau institusi lain,” kata Adnan Pandupraja, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Senin (1/12).

Adnan membenarkan rasio (perbandingan) polisi dan masyarakat belum ideal. Selain itu, peralatan penunjang yang dimiliki lembaga kepolisian juga belum memadai. Akan tetapi, Pandupraja menolak kekurangan itu menjadi alasan penghambat kerja polisi dalam pengamanan wilayah dan pengungkapan kasus-kasus kejahatan.

Namun, harapan warga Bekasi seperti diungkapkan Eliaser Yentji Sunur (45), kasus kejahatan di Bekasi dapat ditekan dan peristiwa kejahatan cepat terungkap. Dengan demikian, masyarakat tetap memercayai polisi sebagai aparat keamanan. Kini masyarakat menunggu tindakan nyata dari polisi.


Sumber KOMPAS cetak

Sabtu, 22 November 2008

FKPM Jangan Dijadikan Alat Politik


NONGSA - Forum Komunikasi Perpolisian Masyarakat (FKPM) dilarang mendukung salah satu partai politik (parpol) atau menjadikan FKPM sebagai alat politik dalam Pemilu 2009 mendatang. Hal itu diungkapkan Kabag Binamitra Poltabes Barelang, Kompol Nunung S, Jumat (21/11). Dikatakan, dari laporan yang diterima, sudah ada beberapa warga mengatakan ada oknum FKPM yang melibatkan organisasi itu untuk berpolitik praktis. Bahkan dari informasi warga ada beberapa oknum FKPM yang bersaing dalam politik atau memperebutkan masa dengan cara yang tidak sehat, sehingga menyebabkan warga bingung dan resah.

Menanggapi masalah tersebut, Nunung dengan tegas mengatakan bahwa FKPM bukanlah organisasi politik, tapi merupakan alat pranata sosial, dan menjadi subjek keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Sehingga jika ada yang mengkaitkan FKPM dengan politik adalah merupakan suatu penyimpangan. "Kalau ada yang mengetahui silahkan lapor langsung ke saya," kata Nunung.

Apabila di lapangan ditemukan oknum FKPM yang menggunakan FKPM untuk kepentingan politik, polisi akan segera melakukan evaluasi dan akan mengganti oknum FKPM yang melakukan hal tersebut. "Kita akan mengevaluasi melalui Kapolsek," ungkapnya. Ia juga berharap agar FKPM dapat membantu menciptakan situasi yang kondusif dalam menyongsong pemilu 2009 nanti.

Selain itu ia juga meminta kepada pengurus dan anggota FKPM agar jangan mencampuradukan politik dengan FKPM atau menjadikan FKPM untuk kepentingan politik praktis. "Kalau ada anggota atau pengurus, mau berpolitik ya monggo. Asal jangan membawa FKPM, kita akan bekukkan," tegasnya.(sm/th)

Sumber: sijorimandiri.net

Rabu, 05 November 2008

Artikel dari Blog Lombok

Diajari sampah, Soni hutankan mangrove



Kerut di wajahnya belum juga nampak. Iapun masih lincah saat bermanuver menggunakan sepeda motor di pematang tambak. Tapi Mochson yang akrab disapa Soni benar-benar sudah kakek satu cucu.

Soni bukanlah warga asli Wonorejo. Karena alasan pekerjaan, dia kini berdomisili di Wonorejo dekat gardu induk PLN. Ia karyawan sebuah pengembang sekaligus salah satu warga perdana di sana.

Setiap ada waktu senggang pemilik kumis tebal ini menyusuri pinggiran sungai Surabaya atau kali Londo—demikian warga menyebut— hingga muara sungai menggunakan perahu bersama beberapa nelayan dan warga Wonorejo. Ia bermaksud menanami pesisir dengan bakau untuk mencegah abrasi.

Sejak 2004 lalu bapak 3 anak ini getol menanami pematang tambak, bibir sungai, hingga pesisir pantai dengan bibit Soneratea alba atau bogem. Untuk jenis tanaman yang satu ini, ia punya metode khusus temuannya sendiri. Metode rumput kering.

Tidak sulit kok. Biji buah bogem dimasukkan dalam ikatan rumput kering. Tujuannya agar biji tidak berhamburan keluar jika tersapu ombak. Dalam satu gumpalan rumput kering, Soni memasukkan sekitar dua puluhan biji. Akar bakau yang tumbuh nantinya akan mempunyai pegangan. Lalu rumput berisi biji bogem tadi ditanam dengna cara membenamkan ke dalam tanah.

Sebelum menggunakan metode ini, bibit bogem yang ia tanam selalu gagal. Alias layu sebelum berkembang bin hidup cepat mati muda. Saat itu ia menggunakan metode primitif, dengan langsung menanam biji ke dalam tanah.

Anehnya banyak tunas justru tumbuh dari sela-sela sampah yang mampir di pesisir sungai akibat terbawa ombak. “Dari pengamatan itu, muncul ide menggunakan metode rumput kering.” kata Soni.

Menurut Soni, bogem tidak cocok dibiakkan dengan stek. Stek membuat pertumbuhan bogem sangat lambat dan bodinya kurus. Hasil yang kurang baik juga terjadi pada pembibitan dengan menggunakan polybag.

Dengan metode baru temuannya ini, ia yakin mampu menghasilkan bakau yang punya daya bertahan hidup yang cukup tinggi di tengah ganasnya terpan ombak. Ini sudah terbukti dengan ratusan bogem yang kini tumbuh kokoh menahan daratan di pesisir sungai.



Bogem untuk penghijauan?

Menurut pengamatan laki-laki kelahiran Bojonegoro 54 tahun silam ini, bogem punya karakter kuat. Yaitu bisa tumbuh di luar habitat aslinya. Jenis bakau yang bentuk buahnya sangat eksotis ini, juga mampu hidup dalam kondisi salinitas air yang minim, meski hal itu dibutuhkan semua jenis bakau.

Yang menggiurkan, buah bogem yang aromanya sangat menggugah selera ini juga bisa dimanfaatkan menjadi beberapa produk bernilai ekonomi tinggi. Buah bogem bisa diolah menjadi sirup, dodol, dan cuka.

Bogem menjadi satu-satunya buah tropis yang mengandung vitamin A, C, sekaligus beryodium tinggi. Dan berfungsi sebagai anti oksidan. Menurut warga sekitar, bogem mampu mengobati diare, batuk, hingga mencegah stroke.

Hal ini yang dipakai Soni untuk merubah pola pandang pemanfaatan bakau oleh warga sekitar. “Maksud saya biar masyarakat itu tahu manfaat buahnya, dan mengubah pola mereka dari menebang pohon menjadi memetik buah.” harap Soni.

Upaya Soni menanam bakau sejak 10 tahun lalu cukup membuahkan hasil. Sekitar 100 hektar lahan terabrasi berhasil ia tanamai berbagai jenis bakau.

Namun mantan pegawai Badan Pertanahan Nasional Bojonegoro yang juga pernah jadi tukang foto keliling ini, masih punya “pekerjaan rumah” yang menumpuk. Dari sekitar 350 ribu hektar kawasan hutan mangrove, masih ada 25 hektar lahan kosong yang belum tertanami.

Ini bukanlah pekerjaan mudah. Mengingat hasil menanam tidak bisa dilihat hanya dalam 1 atau 2 hari saja. Sambil menunggu hasil tanam, Soni selalu cemas karena ancaman ombak mengikis daratan bukan ilusi. Ombak yang menggerogoti daratan bisa merobohkan tanaman bakau yang masih muda.

Belum lagi ada kecurigaan masyarakat pada aktivitas penghijauan hutan mangrove yang dilakukan Soni. Betapa tidak, Soni yang terkenal sebagai penanam hutan mangrove juga tercatat sebagai pegawai sebuah pengembang perumahan.

Ibarat serigala berbulu domba, bisa jadi kepeduliannya terhadap hutan mangrove hanya balutan cantik agar daratan terjaga. Sehingga daratan untuk pembangunan perumahan selalu tersedia.

Soni tampak tidak sewot dengan kecurigaan ini. Ia membeberkan, aktivitasnya menghutankan mangrove mendapat donasi dari koceknya sendiri “Kecurigaan itu dari dulu sudah ada. Sejak awal penanaman, tidak ada pihak yang menyandang dana.” jawabnya enteng.

Sumber: Blog Lombok