Jumat, 25 Juli 2008

Artikel mangrove dari harian Surya dan Suara Surabaya

Besok, Wisata Hutan Mangrove Dibuka untuk Umum

SURABAYA - Surabaya kini memiliki satu lagi obyek wisata pantai, yakni hutan mangrove (bakau) di Kelurahan Wonorejo Kecamatan Rungkut. Obyek wisata tersebut dibuka untuk umum mulai Sabtu (26/7) besok. “Hutan mangrove memiliki potensi tak hanya tempat pelestarian keanekaragaman hayati, tapi bisa menjadi tempat wisata edukasi,” kata Camat Rungkut Irvan Widiyanto, Kamis (24/7).

Dipilihnya tanggal 26 Juli sebagai peresmian, lantaran bertepatan dengan Hari Mangrove se-dunia. Nantinya, lokasi seluas lima hektare itu juga akan menjadi pusat penelitian.

Terkait infrastrukturnya, kini dilakukan beberapa pembenahan. “Untuk perbaikan akses jalan menuju lokasi ditangani DPKPPK (Dinas Perikanan Kelautan Peternakan Pertanian dan Kehutanan),” ungkapnya.
Selain itu, untuk mengurangi aksi kejahatan juga didirikan pos pantau hasil swadaya masyarakat setempat. Ada pula gazebo luas untuk tempat lesehan.

“Gagasan semacam ini untuk menggugah kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian mangrove dan keanekaragaman hayati di sana. Selama ini yang sering terjadi adalah penjarahan. Akibatnya banyak kerusakan yang akhirnya merugikan manusia itu sendiri,” jelas Irvan.

Untuk menunjang pariwisata Hutan Mangrove Wonorejo (muara Sungai Jagir Wonokromo), disediakan 20 perahu karet yang merupakan sumbangan PT HM Sampoerna dan Bank Jatim. “Dalam pencanangan nanti sekaligus akan dilakukan penanaman 15.000 bibit mangrove sebagai bentuk peremajaan hutan,” katanya.

Pembukaan Hutan Mangrove Wonorejo sebagai kawasan wisata sekaligus sebagai embrio Mangrove Center di Pulau Jawa. Berdasarkan penelitian Yayasan Kutilang Indonesia keanekaragaman hayati di Hutan Mangrove Wonorejo tercatat paling banyak di antara hutan mangrove lain di Pulau Jawa.

Sayangnya kondisi hutan ini kini tinggal 60 persen. Sebanyak 40 Persen dari total 1.180 hektare lahan yang ditanami mangrove rusak akibat pembalakan. Untuk membangkitkan kesadaran pelestarian mangrove, Wali Kota Surabaya Bambang DH tak tanggung-tanggung bakal menjadikan hutan ini sebagai konservasi mangrove serupa Balai Pengelolaan Hutan Mangrove di Denpasar Bali. Bahkab kerjasama dengan JICA (Japan International Cooperation Agency) juga tengah dijajaki. Departemen Kehutanan juga merespons baik usulan tersebut.

Taken from Surya, Jul 25, 2008


Hutan Mangrove Wonorejo Bakal Jadi Wisata Keluarga

Masyarakat tiap minggu dapat mengunjungi wisata hutan bakau di Wonorejo. Pasalnya, mulai tahun depan semua fasilitas pendukung sudah disiapkan sehingga anggota keluarga dapat menjadikan hutan bakau sebagai tempat alternatif liburan.

Tempat ini akan dilengkapi bicycle track dari Gunung Anyar hingga Sukolilo dengan jarak sekitar 15 km. Hal tersebut disampaikan SAMSUL ARIFIN Kepala Dinas Perikanan, Kelautan, Peternakan, Pertanian, dan Kehutanan Kota Surabaya pada suarasurabaya.net, Jumat (25/07). Masyarakat dapat melihat aktivitas burung yang beterbangan di hutan mangrove dari gazebo.

IRVAN camat Rungkut menambahkan, saat ini gazebo sudah jadi. Tingginya dua meter dari permukaan air laut saat gelombang pasang.

Hutan bakau Wonorejo, menurut IRVAN, dapat dijadikan obyek wisata. “Masyarakat dapat memancing, bersepeda bersama anggota keluarga, konservasi alam, menaiki perahu, pusat pengetahuan tumbuhan dan hewan, serta dijadikan tempat peristirahatan,” tambahnya.

Saat ini, lanjut IRVAN, masyarakat tidak begitu banyak yang peduli terhadap hutan bakau. “Buktinya banyak sampah yang berada di hutan mangrove. Kebiasaan membuang sampah ke sungai perlu dihindari. Serta gelombang pasang akibat masih sedikitnya pohon bakau untuk menahan dari serangan gelombang pasang laut,” ujarnya.

Taken from www.suarasurabaya.net, Jul 25, 2008

Sabtu, 14 Juni 2008

Artikel dari Blog mdgila

Berikut ini adalah tulisan dari Blog mdgila yang cukup menarik tentang aktifitas kelompok mereka dalam ikut serta melestarikan mangrove

Berbagi itu indah

temans,
Ini kali kedua saya berada di 'pabrik' tempat saya bekerja, pas merayakan ulang tahunnya. Tahun lalu belum terlalu banyak terlibat karena masih baru banget, tapi kali ini ikut terlibat dalam beberapa program - program perayaan ultah yg ke 25 tahunnya.
Nah, ada kegiatan CSR alias Corporate social responsibility alias gampangnya baksos yang dilakukan. Beberapa lokasi atau orang yang dipilih adalah yang menginspirasi, baik dalam hal pekerjaannya atau pelestarian yang sudah dilakukan. Meskipun tidak berjumlah BUANYAK, tapi harapannya bantuan yang sedikit itu bisa membantu meringankan beban kebutuhan mereka. Selama dua hari berturut-turut ikut terus, jujur buat stamina drop, capek dan lemas. Apalagi masih ditambah jam on air yang benar-benar tidak bisa dikompromi... Hrrggghhh kepala mau pecah. Tapi berhubung ingat ini program AMAL, akhirnya hati adem dikit.

Nahh, sekarang mari kulik beberapa pose selama perjalanan. Ini hanya sedikit dari ratusan foto yang ada, hehehe bingung milihya. Yang ada, mas Totok fotografer divisi website 'pabrik' saya dan ANTON fotografer divisi majalah 'pabrik' saya, gak bisa protes memenuhi hasrat narsis tim on air ini :)


Hari pertama, agenda CSR ke tempat komunitas seni yang cross-gender. Ludruk Tobong di kawasan Wonokromo, yang langsung menjadi gambaran pikiran saya..KASIHAN. Tempatnya lembab, kumuh, dan kotor. Sementara di usia mereka yang sudah bukan muda lagi (baca:produktif) untuk mendapatkan pekerjaan, saya salut karena mereka mempertahankan darah seni yang mengalir. Tanpa memikirkan uang. Saya juga diundang mampir, nonton pertunjukkan mereka di malam minggu, yang katanya rame meskipun cuma 20 penonton (what?).


Kali ini penjaga 'dam' Jagir yang kadang bagi sebagian kita (warga SBY) tidak terpikirkan tugasnya, yang ternyata tiap 10menit sekali mengecek luapan ketinggian air. Demi tidak 'terendam'nya sebagian kota SBY...



Menuju rumah 'penjaga' Mangrove di daerah pinggiran Wonorejo sangat melelahkan. Dalam perjalanan terpikir "Ya ampuun, ini ada di peta Surabaya kah?" hehe, soalnya selama ini tahunya cuma pusat kota - mall - cafe - dan foodcourt saja. Sesudah berkeliling lokasi 'kerja'nya, Pak Sonny orang yang kami temui malah menjamu tim kami dengan hidangan top-favorit-saya... KEPITING. Sluurppp, I am the man who eat too much :)


Ini juga, membuat mata saya terbuka. Ternyata di Surabaya masih ada juga transportasi penyebrangan tradisional pakai gethek/perahu bambu. Cuma 500perak per sebrang. Berasa di danau manaaaaaa gitu, se-team kegirangan dapat kesempatan menyebrang PP alias bolak-balik.


Dan, bukan hanya polisi saja yang penting mengatur keruwetan lalu lintas. Kali ini supoltas di kawasan Ngagel yang dapat rejeki. Sosok yang tidak dapat gaji tetap, (maaf) cacat dan rela mengabdi iklas membantu tanpa mengeluh..

Ohya, tidak hanya ini saja..sebenarnya masih ada lagi. Program CSR berlanjut ke taman bacaan di kawasan DOLLY dan Liponsos tempat orang-orang gila. Tapi kang Anton, belum kasih foto2nya :(
Hmpphhh,, semakin sering ikut kegiatan macem beginian..membuat kita akan semakin bersyukurrrrrrrr banget banget banget dan banget. Banyak hal yang sudah kita abaikan, dan ternyata sudah menjadi banyak hal bernama K-E-B-E-R-U-N-T-U-N-G-A-N.

Senin, 21 April 2008

Tulisan tentang Sirup Mangrove dari detikcom

Diyakinkan Kera,Lahirlah Minuman Menyegarkan

Dulu siapa mengira buah mangrove dapat menjadi sirup menyegarkan? Di tangan Muchson, ketidakmungkinan itu sirna. BERAWAL dari coba-coba, kini menjadi sumber pemasukan. Itu yang dilakukan Sony panggilan akrab Muchson warga Wonorejo Timur RT 04/RW 07, Kec Rungkut, Surabaya. Sebelumnya, tak pernah terlintas di kepalanya bakal memproduksi sirup berbahan baku buah bakau (mangrove) atau oleh masyarakat biasa disebut bogem.
Pertama kali memproduksi minuman berasa manis sedikit asam menyegarkan ini hanya beredar di kalangan tempat tinggalnya. Namun, seiring bergulirnya waktu, inovasi lelaki ini diakui khalayak. Bahkan, sirup bogem temuannya telah diproduksi massal. Bagaimana awalnya Sony menemukankarya kulinerini? Inspirasinya ternyata datang setelah dia kerap ’’berinteraksi’’ dengan hutan mangrove di kawasan Rungkut. ’’Ide datang setelah mendapati banyak bogem bergeletakan begitu saja di hutan mangrove di Kecamatan Rungkut, tidak ada yang memanfaatkan,” tuturnya.
Sony sempat dihinggapi kekhawatiran sebelum akhirnya merealisasikan idenya itu. Dia khawatir minuman bogem dapat menyebabkan keracunan. Namun, keberadaan habitat kera yang menjadikan bogem di hutan mangrove di sepanjang terusan Kali Wonokromo dan Muara Wonorejo itu sebagai makanan memupuskan ketakutan itu.’’Saya yakin jika bogem aman dikonsumsi setelah melihat banyaknya kera yang makan buah itu,” tutur lulusan Sekolah Teknik Menengah (STM) di Bojonegoro ini. Lewat belajar secara autodidak, akhirnya Sony tahu jika ada dua jenis bogem yang biasa disebut Soneratia.
”Kalau mangrove jenis Xilocarpus granatom atau bahasa Jawanya nyireh, yang bentuknya bulat seperti granat sangat cocok buat bahan baku kosmetik,” papar lelaki berkumis ini. Sony menambahkan, sebenarnya inspirasi membuat sirup bukan dilatarbelakangi keyakinan bahwa bogem aman dikonsumsi. Namun, juga didasari fenomena tentang hubungan antara komunitas masyarakat pesisir dan hutan mangrove. Suami Riyati ini lantas mencoba membuat sirup.Hasilnya, bogem sukses dijadikan minuman, meski baru sebatas untuk kalangan keluarga dan tetangga. Sukses pada uji coba kian menguatkan tekad Sony mengomersialkan minuman ini.’’Bogem yang masak pohon akan jatuh sendiri,”tandasnya. (soeprayitno)
Surabaya - Mangrove atau bakau ternyata tidak hanya berfungsi sebagai penahanan gerusan air terhadap daratan. Tapi juga bisa dijadikan apapun. Mulai dari bedak, makanan kecil hingga bahan minuman.Seperti yang dilakukan oleh warga di kawasan Wonorejo Rungkut Surabaya. Warga di kawasan tersebut menjadi mangrove sebagai sirup seperti halnya buah lychee dan buah markisa. Sirup buah mangrove mengandung vitamin C yang berfungsi sebagai anti oksidanRasanya mungkin aneh pada saat kita meminumnya. Pasalnya selama ini buah tersebut dibuang dan tumbuh liar di tepi pantai. Sirup dari buah bakau tidak kalah dengan sirup rasa buah lainnya terasa sedikit asam tapi menyegarkan."Buahnya wangi sekali ini yang membuat kita tertarik untuk membuatnya," kata Yudi warga Wonorejo Rungkut kepada detiksurabaya.com, Selasa (15/1/2008).Membuat sirup mangrove-pun, kata Yudi, juga sangat mudah. Buah yang masak dikupas kemudian dicuci dan diperas diambil sarinya. Setelah itu sari buah bakau direbus dengan gula dan air."Dua kilo buah bakau direbus dengan 2 liter air dan gula seberat Rp 1,5 kilogram. Hasilnya 3 liter sirup atau 3-4 botol," ujarnya.Yudi mengatakan, untuk bahan baku buah mangrove mereka agak kesulitan. Selama ini mereka hanya mendapatkan buah bakau tersebut di sekitar Wonorejo Rungkut.Mereka juga harus berebut dengan kera untuk mendapatkan buah bakau. Kera, kata Yudi, sangat menyukai buah bakau yang masak dan pihaknya juga membutuhkan buah bakau yang masak untuk membuat sirup."Sulitnya pohon mangrove di Surabaya sedikit, kalau banyak mungkin kita nggak akan sedikit kesulitan. Kalau ada kita berebut dengan kera yang juga menginginkan hal yang sama," ungkapnya.Saat ini, tambah Yudi, untuk pemasaran sirup mangrove made in Wonorejo masih dengan cara tradisional dari mulut ke mulut. Pihaknya juga rajin ikut pameran atau kegiatan yang digelar oleh Pemerintah Kota Surabaya.Pekerjaan membuat sirup ini ujarnya baru empat bulan mereka lakukan. Dan sudah lebih dari 1000 liter yang sudah mereka hasilkan. Untuk 1 botol berukuran 750 ml harganya Rp 20 ribu. Sedangkan untuk ukuran botol yang kecil, dikenakan harga Rp 10 ribu. "Peminatnya lumayan banyak sudah lebih 500 liter sirup mangrove yang kita produksi bulan ini," tuturnya. (wln/fat)

Senin, 17 Maret 2008

Raker FKPM Cimanggis, Pertegas keberadaan FKPM

Monitor Depok, 17 Maret 2008

HARJAMUKTI, MONDE: Demi mempertegas keberadaan Forum Komunikasi Polisi dan Masyarakat (FKPM), FKPM Cimanggis mengelar rapat kerja yang digelar di Gedung Sarbini Taman Widlatika Ciburubur Harjamukti, Sabtu lalu.

Hadir dalam kesempatan itu Ketua DPRD Kota Depok Naming D Bothin, anggota komisi B DPRD Depok Hj Ratna Nuryana, Kabag Bina Mitra Polrestro Kota Depok Kompol Kuswinarto, Kapolsek Cimanggis AKP Siswo Yuwono, Camat Cimanggis Agus Gunanto, ketua FKA LPM Cimanggis Yasin Bia, ketua FKPM Cimanggis Bambang Nurcahyo, puluhan pengurus dan anggota Polpos dan FKPM se-Cimanggis.

“Selama ini belum ada kejelasan payung hukum dan struktur FKPM di Cimanggis. Serta belum ada pegangan sebagai FKPM mengenai tugas apa yang mesti kita laksanakan” ungkap Bendahara FKPM Cimanggis, Vivista Adwin.

Adwin berharap dengan rapat kerja ini, FKPM Cimanggis tidak hanya sekedar menjadi organisasi papan nama, namun organisasi yang disegani dan mempunyai kredibilitas yang baik.

Menurut Siswo Yuwono, maksud dan tujuan dari penyelenggaraan kegiatan ini adalah memperjelas tugas pokok dan program kerja FKPM selaku mitra kepolisian

“Polisi sadar akan segala kekurangannya misalnya keterbatasan personel, untuk iutu polisi mengajak masyarakat/FKPM untuk bermitra agar bisa membantu kita.”

Kompol Kuswinarto selaku narasumber melalui materinya yang berjudul Komitmen Polri dalam Mengembangkan Kemitraan dengan Masyarakat melalui Wadah FKPM menyampaikan bahwa polisi selalu berada di tengah-tengah masyarakat, selalu berkomunikasi dengan masyarakat.

Sumber: Profil Tokoh Depok

Kamis, 07 Februari 2008

Artikel dari Tunashijau.org

50.000 Mangrove untuk Muara Wonorejo

Klub Tunas Hijau kembali menambah aksi lingkungannya. Kali ini, hutan mangrove (bakau) di Muara Wonorejo yang dibidik. Melalui programnya bertajuk “50.000 Mangrove untuk Muara Wonorejo”, Klub Tunas Hijau telah berhasil mengajak puluhan pelajar SMP-SMA untuk mulai peduli pada hutan bakau Surabaya yang kini hanya tersisa kurang dari 60%-nya saja. Pada 07 Februari 2008, mereka sanggup menanam 9.600 dari 10.000 bibit mangrove di Muara Sungai Wonorejo, Surabaya.

“Setelah aku tau gunanya, aku mau nanem mangrove. Ternyata gampang-gampang susah ya. Enaknya sih tinggal colok-colok aja, tapi kalau nggak hati-hati, kaki bisa lecet kena karang,” jelas Khalil, pelajar SMP Negeri 9 Surabaya. Memang, semua pelajar yang hadir saat itu terlihat begitu bersemangat, sejak pukul 04.00 pagi, mereka sudah berkumpul di bantaran sungai dan bersiap melakukan penanaman.

“Kegiatan ini memang bertujuan untuk membuka mata semua elemen masyarakat bahwa bakau sangat penting bagi kehidupan manusia,” ujar Satuman, Direktur Konservasi Mangrove Muara Wonorejo Tunas Hijau. Menurutnya, kegiatan ini memang harus dilakukan mengingat mangrove dapat menahan air laut agar tidak bercampur dengan air tanah. Apalagi, mangrove juga dapat menahan ombak air laut agar tidak masuk ke daratan. “Iya, waktu Tsunami di Aceh beberapa tahun lalu, daerah yang nggak ada mangrove-nya yang rusak lebih parah,” imbuhnya.

Ternyata, program “50.000 Mangrove untuk Muara Wonorejo” tidak dilakukan langsung dalam sehari, melainkan secara bertahap selama setahun. Hal itu dilakukan lantaran terbatasnya waktu penanaman yang menyesuaikan waktu air laut surut. Selanjutnya, melalui teknis tahapan seperti itu, diharapkan semakin banyak pelajar dan masyarakat yang mau bergabung untuk menyelamatkan hutan mangrove Surabaya.

Sejauh ini, Klub Tunas Hijau telah melakukan penanaman mangrove sebanyak empat kali. Diawali dengan penanaman 2200 mangrove pada 1 Januari 2008, ditambah dengan penanaman 3000 mangrove pada 20 Januari dan 500 mangrove lagi pada 22 Januari. Yang terbaru adalah penanaman 10.000 mangrove pada 07 Februari 2008. puteri rahmawati


Sumber: Tunas Hijau

Kamis, 24 Januari 2008

Kabar dari ITS

Penanaman Mangrove di Pesisir Wonorejo

24 Januari 2008 17:23:26
Pagi itu, Selasa (22/1), sedang berkumpul 40 mahasiswa dari tiga himpunan yaitu Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Biologi, Himpunan Teknik Perkapalan dan Himpunan Teknik Kelautan. Nantinya, mereka akan melakukan program kerja penanaman mangrove. Banyak pengalaman seru dalam kegiatan ini, mulai perjalanan menuju Wonorejo hingga penanaman bibit mangrove.
Wonorejo, ITS Online - Sejak jam enam pagi, mahasiswa telah berkumpul. Tampak kesiapan dari masing-masing anggota HMJ tersebut. Bahkan salah satu anggota HMJ Teknik Perkapalan bersiap membawa caping (topi khas petani, red). Tak ketinggalan, terpal, matras hingga bekal makanan pun sudah disiapkan.

Perjalanan menuju lokasi pun dimulai. Awalnya, untuk menyebrangi sungai Wonorejo, mereka harus diangkut perahu Getek. Bahkan, salah satu sepeda motor yang disebrangkan juga sempat terselip jatuh ke sungai.

Setelah itu, peserta sampai di kediaman pak Sony yang merupakan salah satu anggota Komunitas Petani Mangrove Wonorejo. Penantian mereka pun tak berlangsung lama karena Rio, putra pak Sony datang memberi kabar baik. "Perahunya sudah datang mas, " ungkapnya. Peserta penanaman mangrove pun tampak kembali bersemangat dan segera bersiap menuju perahu. Rio menganjurkan tiap orang membawa dua buah bambu agar mudah membuat lubang saat penanaman.

Perjalanan dengan perahu mesin pun dimulai. Dalam perjalanan mereka disuguhi menariknya pemandangan alam pesisir. Mulai dari ikan berkaki hingga indahnya sekumpulan burung dara laut yang terbang. Gilang, salah satu peserta tak membiarkan momen tersebut. Dengan kamera handphone nya, dia mengabadikan keindahan bawah sungai tersebut.

Akhirnya mereka sampai di tempat penanaman. Namun, karena saat itu air sedang surut, maka perahu tidak dapat menepi. Para peserta harus berjalan ke tepi. Dengan dasar perairan yang berlumpur dan berbatu, tak jarang peserta ada yang terluka kakinya. Iid, salah satu peserta dari Teknik Perkapalan mengaku telapak kakinya lecet.

Namuun, karena sebentar lagi air pasang, maka peserta pun segera memindahkan bibit ke lokasi penanaman. "Bila air sudah mulai pasang nanti kita sulit menanamnya," tutur Rio. Sekitar 300 bibit Rhizopora (salah satu jenis mangrove, red) harus mereka pindahkan secara maraton.

Karena terlalu banyak bibit yang mesti dipindahkan, seorang peserta sempat mengeluh "Mungkin enak ya hidup di Arab, kita tidak perlu menanam mangrove seperti ini," candanya. Peserta mulai menanan, diawali dengan membuat lubang, kemudian menanamnya. Tak lupa dipasang kayu kecil sebagai penopang bibit kecil mangrove ini.

Setelah melakukan penanaman, beberapa peserta melakukan aksi khas si bolang (acara sebuah stasiun TV, red). Ada yang berenang di sekitar pesisir, bahkan ada yang mencari kerang kecil untuk dimakan.

Daerah penanaman sendiri menurut pak Sony dulu adalah kawasan pesisir yang banyak ditumbuhi mangrove. Namun, banyak warga pesisir yang mengubah menjadi lahan tambak.”Dulu tanah ini merupakan tanah milik Negara, kemudian lurah setempat memperbolehkan warga untuk menggunakanya sebagai lahan tambak," katanya.

Setelah itu, imbuh Sony, banyak PT Developer yang berdatangan membeli lahan tersebut. Beruntunglah, kini lahan itu telah menjadi lahan konservasi, sesuai dengan keputusan alikota yang melarang daerah pesisir digunakan sebagai daerah pembangunan.

Pria yang berkecimpung di dunia mangrove sejak tahun 1998 ini juga mengatakan bahwa kini telah banyak orang peduli mangrove. “Mudah-mudahan kepedulian akan mangrove ini tak hanya menjadi demam musiman saja, saya juga berharap setelah ini teman-teman ITS juga masih menyempatkan waktu ikut memantau perkembangan mangrove yang telah ditanam,” harapnya.

Sekitar pukul 16.00 rombongan tiga perwakilan himpunan ini kembali ke ITS. Mereka mengaku, meski berpanas-panasan hingga kulit menghitam tapi aktivitas ini menyenangkan. Anita Syafitria, salah satu peserta berharap bahwa akan lebih banyak lagi mahasiswa yang peduli konservasi mangrove. "Setelah ini kami juga akan mengadakan acara serupa, namun rencananya lokasi penanaman di sekitar ITS saja,” ungkap mahasiswi yang juga anggota peneliti sirup mangrove ini. (yud/th@)

Sumber: www.its.ac.id

Rabu, 09 Januari 2008

Artikel dari Blog Togar Silaban


40 Persen Hutan Mangrove Rusak

Category : News
Posted : January 9th, 2008 by Togar Silaban and 996 views so far.

Jawapos, Rabu, 09 Jan 2008,

SURABAYA – Kerusakan hutan Mangrove di pantai timur Surabaya diperkirakan sudah menelan kerugian sebesar Rp 16 miliar. Dari 1.180 hektare luas hutan mangrove, yang mengalami kerusakan mencapai sekitar 40 persen atau seluas 400 hektare. Itulah yang mengundang keprihatinan pemkot. Kemarin Wali Kota Bambang D.H. melakukan sidak menyisir kawasan pantai timur Surabaya.

Bersama rombongan yang terdiri atas Asisten I Sekkota B.F. Sutadi, Asisten II Muklas Udin, Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Togar Arifin Silaban, Kepala Dinas Perikanan, Kelautan, Peternakan, Pertanian, dan Kehutanan (DPKPPK) Syamsul Arifin, Kepala Satpol PP Utomo menyisir pantai mulai sungai Nginden depan Stikosa-AWS hingga sungai Wonorejo, Gunung Anyar. Penyisiran pantai yang berlangsung sekitar 2,5 jam itu menemukan berbagai kerusakan hutan mangrove yang tengah dicanangkan pemkot.

Kepala Bidang Pertanian dan Kehutanan DPPKPP Syaiful Arifin mengatakan, akibat kerusakan hutan mangrove itu membutuhkan pemulihan yang cukup lama. Karena itu, upaya yang bisa ditempuh pemkot saat ini adalah rehabilitasi hutan dengan menanam sekitar 580 ribu pohon. “Karena jika tak ditangani segera, dampaknya baru terasa sepuluh tahun lagi,” terangnya. Sebagian besar kerusakan itu terjadi di daerah Wonorejo. Penebangan yang dilakukan warga tak bertanggung jawab itu, kata Syaiful, digunakan untuk berbagai produk. Seperti komestik maupun kayu bakar. “Namun, mereka yang melakukan kerusakan itu kebanyakan adalah pendatang,” cetusnya.

Dia mengatakan, saat ini, petugas yang mengawasi di lapangan sangat terbatas. Hanya delapan personil. Karena itu, pihaknya tengah menggalang kerjasama dengan berbagai pihak. Seperti, Satpol PP, Polsek setempat, Pol Air, maupun peran dari tiap kecamatan. Saat ini, empat kecamatan yang sudah memiliki perahu karet adalah Sukolilo, Mulyorejo, Rungkut, dan Gunung Anyar.

Berdasarkan pengamatan Jawa Pos ketika mengikuti penyisiran, beberapa kawasan terlihat mengalami kerusakan. Pohon-pohon utan di sekitar pantai ditebangi, demikian pula dengan pohon mangrove. Sehingga, daerah pinggir pantai terlihat gersang. bahkan, konon ada lembaga yang berdiri di bawah pembalakan hutan itu. “Pasti ada dalangnya. Karena itu, kami akan tingkatkan pengawasan,” cetus Bambang D.H. Dua hari lalu sempat tertangkap seorang warga yang melakukan penebangan di kawasan Wonorejo. “Saat ini warga itu sudah ditangani polsek Rungkut. Jadi, kami tak segan-segan menindak tegas pembalakan,” ujarnya.

Karena, kata Bambang, target pemkot adalah memulihkan kerusakan 40 persen hutan Mangrove tersebut. selain itu, Bambang juga meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk tak menerbitkan sertifikat tanah di kawasan tersebut bagi yang mengajukan. Sebab, sejak 2006 lalu, berdasarkan RTRW (rencana tata ruang dan wilayah), kawasan Surabaya Timur ditetapkan sebagai kawasan konservasi ekosistem pantai. Disamping itu, saat ini mulai bermunculan beberapa pulau seperti di pantai timur dan perbatasan Surabaya-Gresik. “Status kepemilikan masih diambangkan,” ujarnya. Karena itu, pemkot meminta ke Depdagri terkait kejelasan status tersebut. (kit/nw)

Sumber: JawaPos


One Comment to “40 Persen Hutan Mangrove Rusak”

  1. Togar Silaban

    Kondisi mangrove di pantai Timur Surabaya memang sangat memprihatinkan. Pengrusakan yang dilakukan sudah mempunyai unsur kesengajaan, jadi dilakukan secara sadar oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Sepintas dari laut, seolah pantai ditutupi pohon, tapi sesungguhnya jumlahnya sangat sedikit.
    Perusakan yang merampas hak hidup generasi mendatang.

Sumber: togarsilaban