Wonorejo lewat kamera analogfotografi




Sumber; Analogfotografi
Ketegangan akibat tawuran masal warga desa Desa Semare dan Kalirejo, Kecamatan Kraton, Kabupaten Pasuruan sudah mereda setelah ada islah. Namun polisi kini mengambil sejumlah langkah antisipasi untuk mencegah konflik serupa.
Salah satu caranya adalah mengumpulkan seluruh warga desa yang tinggal di pesisir dan bekerja sebagai nelayan. Mereka diajak untuk berbaur dan menjauhkan potensi konflik di kalangan masyarakat pesisir.
Di kantor Kecamatan Kraton, Jumat (29/1) lalu Polres Pasuruan mengumpulkan warga dari empat desa. Yakni warga Desa Kalirejo, Semare, Gerongan dan Pulokerto. Keempat desa ini ada di pesisir laut di Kecamatan Kraton. Keempat desa ini juga berpotensi memiliki konflik. Sebab, hampir mayoritas penduduk di empat desa ini mata pencaharian penduduknya adalah nelayan.
Tidak bisa dimungkiri, karena dekat dengan pesisir, potensi konflik yang terjadi antarnelayan sangat rawan terjadi. "Contohnya seperti yang terjadi pada masyarakat Desa Semare dan Kalirejo. Hanya gara-gara perahu bergesekan saat parkir di sungai, konflik terjadi. Efeknya konflik berujung pada aksi tawuran warga," terang Kabag Bina Mitra Kompol Budi Suryoso kemarin (30/1).
Melihat fenomena itu, kata Agus, polisi tidak ingin kecolongan. "Untuk itulah Jumat lalu kami mengajak seluruh warga di empat desa di Kraton, untuk saling berdialog. Di samping itu, kami juga memberi pelatihan kepada masyarakat dengan mengoptimalkan kembali FKPM (Forum Kemitraan Polisi Masyarakat)," tambah Agus.
Bersama Bina Mitra, Polres Pasuruan juga menurunkan anggota dari bagian Kerma (Kerja Sama Masyarakat). Selain itu, Bakesbang Linmas dan Polairud juga turut hadir untuk memberi penjelasan pelatihan FKPM.
"Selain warga dari empat desa, perangkat dan tokoh agama di empat desa tersebut juga kami undang. Tujuannya untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang bagaimana upaya jika menghadapi konflik," tambah AKP Suyitno, Kasubag Kerma Polres Pasuruan.
Untuk menghadapi konflik yang terjadi, kata Suyitno, masyarakat lebih dulu dikenalkan untuk mengidentifikasi konflik. "Suatu misal, kalau terjadi permasalahan di masyarakat, kami meminta agar masyarakat tidak terpancing emosinya. Masyarakat harus lebih dulu menilai sebenarnya permasalahan apa yang terjadi," ujarnya.
Jika sudah mengenali permasalahan yang ada, masyarakat diminta untuk mencari solusinya. "Kami meminta masyarakat agar jangan memperkeruh suasana. Jika tidak, masalah seperti yang menimpa masyarakat di Semare dan Kalirejo, akan terjadi," terang Suyitno.
Intinya, masyarakat diminta untuk melihat lebih dalam permasalahan yang terjadi. "Apabila terjadi konflik, masyarakat diminta untuk menghubungi aparat. Nah, di sinilah fungsi masyarakat untuk mengatasi masalah. Untuk itulah FKPM ada. Masyarakat yang tahu bahwa masalah bisa diatasi, akan segera mengambil tindakan," kata Suyitno.
Kapolres AKBP Achmad Yani yang hadir dalam pelatihan tersebut juga memberi penjelasan bagaimana caranya menjauhi potensi konflik. "Paling tidak, masyarakat menyadari tentang hal-hal yang menyebabkan adanya konflik pada nelayan sendiri. Misalnya, menjauhi pemakaian trowl (jaring pukat harimau) atau menjauhi pemakaian bahan peledak saat mencari ikan," papar Kapolres yang juga sempat memberikan jaket FKPM secara simbolis kepada masyarakat.(jawapos.com)
|
Surabaya - Kawasan hutan mangrove Wonorejo dan Gununganyar tampak meriah, Sabtu (23/1). Jelang siang, 20 ekor kera laut dilepas Walikota Surabaya Bambang D.H. di kawasan itu.
Sebagaimana penghuni baru lainnya, kera-kera itu juga tampak belum bisa beradaptasi dengan lingkungan mangrove yang berair. Mereka tidak langsung menuju tengah hutan, namun lebih asyik berkeliaran di sekitar lokasi pelepasan.
“Maklum, kera-kera itu belum terbiasa dengan lingkungan hutan mangrove Wonorejo dan Gununganyar,” ungkap Camat Rungkut, Irvan Widiyanto.
Pelepasan kera sendiri dibagi dua. Sebanyak 12 ekor dilepas di hutan mangrove Wonorejo dan 8 ekor lainnya dilepas di Gununganyar. Pelapasan dilakukan di tepi pantai timur Wonorejo dan Gununganyar setelah berperahu dari sekitar Rumah Pompa Wonorejo.
Sebelumnya, pemkot telah melepas dua kera laut dari spesies serupa di tempat yang sama. “Kami harap kera-kera itu akan beranak pinak dan membuat jumlah kera di habitat mangrove semakin banyak. Tentu kehadiran mereka memperindah ekowisata di sana,” ujarnya.
Menurut Bambang D.H., kera laut itu dilepaskan karena hutan mangrove di kawasan itu sudah siap menjaga habitat kera dan membentuk ekosistem sendiri. ”Sengaja kami baru melepaskan kera laut itu sekarang karena saat inilah kawasan mangrove sudah terbentuk baik. Perkembangan mangrovenya sangat positif sehingga akan menjadi tempat yang menyenangkan bagi hewan-hewan di sana, termasuk kera laut itu,” tuturnya.
Pemkot berharap masyarakat, terutama warga sekitar hutan mangrove, ikut berpartisipasi aktif. Misalnya, melarang dan melaporkan bila ada pihak-pihak yang melakukan perburuan kera atau spesies lain yang dilindungi di sana.
Selain kera, spesies lain yang sangat berharga di kawasan mangrove Wonorejo dan Gununganya adalah sekitar 117 jenis burung. Mereka ada yang menetap di hutan itu, tapi juga ada jenis-jenis burung migran. Populasi burung ini juga telah meningkat sejalan perbaikan kualitas lingkungan di sana.
“Tidak hanya jadi tujuan wisata alternative, kawasan konservasi ini sekaligus untuk belajar tentang mangrove,” ungkap Bambang. pur
Sumber: Surabaya Post