Kamis, 19 Agustus 2010

Kawasan Ekowisata Pamurbaya Dipersoalkan

Senin, 16/08/2010 17:22 WIB
Kawasan Ekowisata Pamurbaya Dipersoalkan
Budi Sugiharto - detikSurabaya

Kawasan Pamurbaya/Wawan 

Surabaya - Hutan mangrove di Wonorejo, Rungkut yang dijadikan sebagai kawasan ekowisata mendapat sorotan. Keberadaan gazebo di Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) itu dinilai telah melanggar garis sempadan pantai, kawasan lindung dan prinsip ekologi.

"Sebaiknya harus dibongkar," tegas Wawan Some, aktivitas Dewan Kota Surabaya saat bincang-bincang detiksurabaya.com, Senin (16/8/2010).

Menurut Wawan, apapun fungsinya gazebo yang menjorok ke tengah laut tersebut aturannya tidak boleh menghadang pertumbuhan mangrove. "Pertumbuhan mangrove justru ke arah laut. Dan ini akan menghambat pertumbuhan vegetasi mangrove alami," tandasnya.

Dan yang menherankan, kata Wawan, saat ini sedang dibangun lagi sebuah gazebo di sisi selatan gazebo pertama. Pembangunan ini tambah dia, mesti dicermati sebagai kegiatan yang mengancam ekosistem di Pamurbaya. Apabila fungsi gazebo untuk pemantauan maling kayu, mestinya lebih bijak jika melibatkan para penunggu tambak dalam pengawasan di Pamurbaya, tambahnya.

"Yang ada di Pamurbaya saat ini bukan ekowisata tetapi wisata alam. Dan wisata alam tidak dibenarkan di ekosistem hutan mangrove," jelasnya.

Wawan yang juga aktif di Komunitas Nol Sampah, menyatakan hutan mangrove di Wonorejo yang dijadikan ekowisata itu terlalu terburu-buru. "Terlalu prematur kalau harus mengekploitasi Pamurbaya. Karena konsepnya pengembangannya tidak jelas," katanya.

Ke depan, Wawan meminta agar Pemerintahan Kota (Pemkot) Surabaya duduk bersama dengan para stakeholder yang terlibat dengan pengembangan Pamurbaya. "Sebaiknya pemkot mengambilalih kawasan itu. Semua diajak duduk bersama mencari format yang tepat untuk Pamurbaya," terangnya.

Kalau memang fungsi gazebo untuk pemantauan maling kayu, kan tidak harus ada gazebo. Mestinya para penunggu tambak yang dilibatkan dan diajak peran. Kalau bicara wisata, itu bukan ekowisata. Itu wisata alam, kalau wisata alam tidak boleh berwisata ke mangrove.

Perlu diketahui untuk menuju ke kawasan Pamurbaya, dari Bozem Wonorejo dilanjutkan menumpang perahu ke ekowisata hutan mangrove. Di hutan mangrove tersebut terdapat gazebo Pos Pantau Mangrove yang biasanya digunakan untuk istirahat sambil menikmati pemandangan mangrove yang ditanam Kelompok Tani Mangrove Wonorejo itu. (gik/gik)


Sumber: detikcom

Senin, 19 Juli 2010

Weekend, Warga Surabaya Serbu Ekowisata Mangrove


Surabaya - Libur akhir pekan, dimanfaatkan warga Surabaya untuk berlibur bersama keluarganya. Karena bosan sering berlibur ke luar kota, Ekowisata Mangrove di Wonorejo, Rungkut, Surabaya menjadi salah satu pilihan alternatif.

Ekowisata Mangrove yang dibuka mulai pukul 08.00 WIB, dikunjungi bukan hanya dari warga Surabaya saja, tapi juga warga Sidoarjo dan sekitarnya. Alasan memilih wisata mangrove dan menikmati laut di pesisir pantai kawasan Surabaya bagian timur ini, karena mereka sudah bosan berlibur ke luar kota.

"Baru pertama kali ini mas berkunjung ke sini. Ke sini bersama istri dan anak-anak," ujar Agus Suanto, warga Sidoarjo kepada detiksurabaya.com di lokasi, Sabtu (10/7/2010).

Agus mengatakan, Ekowisata Mangrove di Wonorejo sangat bagus dan menjadi salah satu alternatif tempat wisata di Surabaya, selain Kebun Binatang Surabaya (KBS), Pantai Ria Kenjeran maupun Jembatan Suramadu.

Selain itu, keluarganya menghabiskan weekend hari ini tidak pergi ke Malang, karena ingin mencari suasana baru dan tidak ingin terjebak kemacetan saat wisata ke malang atau ke luar kota lainnya. Alasannya, jika menghabiskan liburan ke Malang, akan menambah kesal dan capai, karena waktunya habis di perjalanan yang bisa terjebak macet.

"Oh ya bagus disini dan uasananya enak. Anak-anak bisa naik perahu menyusuri sungai ddan melihat pemandangan laut dari sini (gazebo). Cuma ada yang harus dibenahi, seperti akses masuk harus diaspal, kemudian jalan menuju ke gazebo jangan satu jalur tapi dua jalur dan
ada pagarnya, biar tidak membahayakan anak-anak," tutur pria yang seharai-hari bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Kabupaten Sidoarjo.

Sementara itu, Budi Prasetyono warga Tidar, Surabaya, juga mengunjungi Ekowisata Mangrove Wonorejo, bersama istri ddan ketiga anaknya. Budi mengaku baru pertama kali ini berkunjung bersama seluruh keluarga. Sebelumnya, dirinya pernah berkunjung bersama istrinya saja.

"Suasananya bagus kaya di ndeso (di desa). Semuanya masih alami," ujar Budi yang juga bekerja sebagai guru di SMK Negeri 3 Surabaya.

Budi mengaku, weekend kali ini tidak berkunjung ke Malang, karena perjalanan ke kota apel itu macet. Bahkan, rumahnya yang di Malang biasa sebagai tempat istirahat di jual, karena perjalanannya memakan waktu cukup lama dan membuat capek.

"Anak-anak kan belum pernah ke sini. Sekarang kita mengajak berkumpul untuk menikmatai alam sambil santai di sini (gazebo)," tuturnya.

Ekowisata Mangrove merupakan wahana wisata yang baru berjalan sejak setahun yang lalu. Wisata tersebut dikelola oleh Forum Kemitraan Polisi masyarakat (FKPM) Nirwana Eksekutif dan melibatkan warga nelayan dan petani tambak sekitar lokasi.

Ekowisata Mangrove itu hanya dibuka pada setiap Sabtu dan Minggu. Untuk tiket perjalanan menuju ke gazebo dengan menumpang perahu, pengunjung dewasa membeli tiket seharga Rp 25 ribu dan anak-anak Rp 15 ribu.

"Kita akui memang masih banyak kekurangan. Semua masukan pengunjung akan kita tampung dan kita evaluasi demi kenyamanan pengunjung. Kita akan membuat satu jalur lagi menuju ke gazebo, agar pengunjung tidak berdesakan," tutur Ketua FKPM Joko Suwondo.

Pada hari ini, sekitar 100 orang lebih mengunjungi Ekowisata Mangrove. Jumlah tersebut dinilai lumayan banyak dibandingkan pada hari sabtu biasanya. Sedangkan, pada minggu, jumlah pengunjung bisa mencapai 200 orang lebih.

(roi/bdh)

Disarikan dari detik Surabaya, Sabtu, 10/07/2010 14:08 WIB. Penulis 
Rois Jajeli - detikSurabaya Sumber: detik surabaya

Selasa, 06 Juli 2010

37 Mahasiswa Asing Tanam Mangrove di Surabaya





Surabaya - Sebanyak 37 mahasiswa asing dari Belanda, Hong Kong, Jepang, dan China menanam mangrove di hutan mangrove Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Surabaya, Senin.

Ke-37 mahasiswa asing menanam mangrove di Surabaya bersama 56 mahasiswa Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya menjelang Kuliah Kerja Nyata (KKN) internasional atau Community Outreach Program (COP) 2010 di Kediri.

Para mahasiswa asing itu terdiri dari 15 mahasiswa "Inholland University" Belanda, dan lima mahasiswa "Hongkong Baptist University" Hong Kong.

Selain itu, 11 mahasiswa "International Christian University" Jepang, dua mahasiswa "St Andrew's University" Jepang, dan tiga mahasiswa "Chinese University of Hongkong" Hong Kong.

"Sebenarnya, ada 28 mahasiswa lagi dari 'Dong Seo University' Korea Selatan, tapi mereka datang terlambat pada Senin (5/7) malam," kata Kepala Pusat Pengabdian kepada Masyarakat (PPM) UK Petra Surabaya, Herry Palit.

Penanaman mangrove dalam rangkaian bakti sosial peserta COP XVIII-2010 itu dibuka Kepala Dinas Perikanan, Kelautan, Peternakan, Pertanian, dan Kehutanan Kota Surabaya, Samsul Arifin, yang mewakili Wali Kota Surabaya, Bambang DH.

Menurut Kepala Dinas Perikanan, Kelautan, Peternakan, Pertanian, dan Kehutanan Kota Surabaya, Samsul Arifin, bakti sosial di hutan mangrove Wonorejo itu juga merupakan peringatan 15 tahun kerja sama dengan antara Kota Surabaya dengan "Dong Seo University" Korea Selatan.

"Kita tahu bahwa hutan mangrove itu meningkatkan ekosistem laut seperti ikan, kepiting, dan burung, bahkan hasil survei Lembaga Kutilang Surabaya menemukan bahwa mangrove mampu menarik 147 spesies burung dengan 84 di antaranya menetap dan sisanya migran," katanya.

Oleh karena itu, katanya, Pemerintah Kota Surabaya menargetkan 50 ribu batang mangrove ditanam dalam setahun.

"Rekan-rekan mahasiswa asing dan mahasiswa UK Petra Surabaya kali ini menanam 500 batang pohon mangrove jenis rizophora, karena itu kami berterima kasih dengan penanaman yang akan memperbaiki kondisi hutan di pantai timur Surabaya (pamurbaya) seluas 871 hektare," katanya.


COPYRIGHT © 2009 ANTARAJATIM

PubDate: 28/Jul/2010 13:18

SURABAYA, 5/7 - KKN INTERNASIONAL. Sejumlah mahasiswa asal Belanda, menanam bibit mangrove dengan dipandu anggota Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) Rungkut, saat Community Outreach Program (COP) 2010 UK Petra Surabaya, di Wonorejo Surabaya Timur, Senin (5/7). COP atau KKN internasional yang diikuti 120 mahasiswa asal Indonesia (UK Petra Surabaya), Belanda, Korea Selatan, Jepang dan Hongkong tersebut, untuk menjalin persahabatan antara sejumlah negara peserta COP 2010, melalui dunia pendidikan. FOTO ANTARA/Eric Ireng/ss/ama/10


Senin, 05 Juli 2010

Hapus Trauma Warga, FKPM Gelar Sosialisasi Pemakaian Elpiji

Pemburu Online, Surabaya

Maraknya kejadian kebakaran dan ledakan yang disebabkan gas LPG, meresahkan warga Nirwana Eksekutif, Kecamatan Rungkut. Untuk menghilangkan trauma warga, Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) Nirwana EksekutiF (NE), Rungkut, menggelar acara sosialisasi pemakaian LPG dan penanggulangan bahaya kebakaran akibat gas.

"Akhir-akhir ini marak terjadi kebakaran akibat gas LPG sehingga banyak warga yang takut menggunakan LPG. Mudah-mudahan dengan adanya sosialisasi dan simulasi ini, di wilayah kami semuanya aman," kata Ketua FKPM Nirwana Eksekutif Djoko Suwondo kepada wartawan di usai acara sosialisasi dan simulasi pemakaian LPG di depan pos FKPM NE di kompleks Perumahan Nirwana Eksekutif, Minggu (4/7/2010).

Dalam sosialisasi dan simulasi itu dihadiri puluhan warga, Kapolsek Rungkut AKP Naufil, Camat Rungkut Irfan, PT Pertamina, petugas PMK Kota Surabaya. Warga juga terlihat antusias saat mendengarkan simulasi pemakaian LPG yang aman dari Pertamina. "Pak ini usul saja, rubber seal di jual ke toko, karena rubber seal itu banyak yang bekas," ujar Martin salah satu warga.

Petugas Pertamina mengaku akan menindaklanjuti, agar meminta saja yang baru. ''Kalau rubber seal yang masih bagus langsung ke pengisian. Seandainya tidak ada rubber seal tidak akan bisa diisi. Kalau beli tabung coba cek saja dengan air sabun, kalau bocor tukarkan dan meminta yang baru,'' ujar salah satu petugas Pertamina.

Usai mendengarkan sosialisasi, warga juga menyaksikan simulasi penanggulangan kebakaran dengan menggunakan tabung pemadam kebakaran.

Sumber: http://pemburuonline.blogspot.com/2010/07/hapus-trauma-warga-fkpm-gelar.html

Kamis, 27 Mei 2010

Light On Otomatis Digelar di Aceh Tengah

Catatan FKPMNe
Program Light On terus bergulir. Kali ini giliran Polres Aceh Tengah yang menerapkannya. Berikut beritanya dari SerambiNews:

TAKENGON - Satuan Polisi Lalu Lintas Polres Aceh Tengah, Selasa (25/5) menggelar program light on (menghidupkan lampu) sepeda motor secara otomatis, di mana saat sepmor dihidupkan lampu utamanya langsung menyala. Program yang dilaksanakan di depan Mapolres Aceh Tengah atas kerja sama dengan sejumlah dealer sepeda motor di Kota Takengon ini diikuti ratusan sepmor. Sementara untuk pemasangan lampu otomatis dihadirkan sejumah mekanik.

Kapolres Aceh Tengah, AKBP Edwin Rachmat Adikusumo melalui Kasat Lantas Iptu Agung Tri Adiyanto, mengatakan, program light on otomatis ini berkaitan dengan penerapan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yang mengharuskan setiap kendaraan roda dua wajib menyalakan lampu di siang hari. “Light on otomatis ini dimaksudkan agar setiap sepeda motor ketika dihidupkan, secara otomatis lampunya telah menyala,” kata Iptu Agung Tri Adiyanto.

Disebutkan Satlantas Polres Aceh Tengah, bekerjasama dengan sejumlah dealer sepeda motor di Kota Takengon, merubah sepeda motor milik warga dengan cara menyalakan lampu secara otomatis. Kegiatan itu, kata Iptu Agung, tidak dipungut biaya sehingga diharapkan para pengguna sepeda motor di Aceh Tengah, bisa menyalakan lampu sepeda motor mereka di siang hari. “Di samping ada sanksinya bagi pengendara sepeda motor yang tidak menyalakan lampu di siang hari, juga bertujuan untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas,” ujarnya.

Dikatakannya, pengendara sepeda motor yang tidak menyalakan lampu di siang hari akan didenda Rp 100 ribu, seperti yang telah diatur Pasal 293 ayat 2 jo Pasal 107 ayat 2 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan. “Kami hanya menerapkan aturan yang ada dan bukan inisiatif dari pihak Polres Aceh Tengah. Dan program light on otomatis ini, baru pertama kali digelar di daerah ini,” sebut Iptu Agung Tri Adiyanto.

Sementara itu, Kepala Cabang Dealer Honda, Aceh Tengah, Herry Yento menambahkan, kerja sama yang dilakukan pihaknya dengan Satlantas Polres Aceh Tengah, merupakan salah satu bentuk kepedulian terhadap keselamatan pengemudi kendaraan roda dua. “Kami bukan hanya menjual sepeda motor kepada para konsumen tetapi ikut serta dalam sosialisasi keselamatan bagi pengendara sepeda motor melalui kegiatan-kegiatan seperti ini,” kata Herry Yanto.(c35)

Sumber: SerambiNews

Sabtu, 15 Mei 2010

Artikel Ilmiah tentang mangrove

Menyaring Limbah Dengan Menggunakan Pohon Bakau



Setiap sebulan sekali Iwan Hamzah kedatangan tamu dari Jepang. Mereka meninjau tambak Iwan yang terletak di Dusun Kepetingan, Desa Sawahan, Kecamatan Buduran, Sidoarjo. Sambil mengambil foto dan gambar, tamu dari Negeri Matahari Terbit tersebut mengelilingi tambak seluas 18 hektare itu.

Setiap kali datang, tamu yang selalu berganti-ganti itu bertanya tentang dua hal. Pertama, apakah tambak ini merusak lingkungan atau tidak. "Kedua, apakah memiliki mangrove atau tidak," kata Iwan, Senin pekan lalu. Jika dua syarat tersebut terpenuhi, mereka akan membeli udang dan bandeng dari tambak milik Iwan.

Bukan cuma Iwan, importir asal Jepang ini juga mendatangi tambak lain di Buduran. Pertanyaan mereka tetap sama, apakah warga mengelola tambak dengan prinsip ramah lingkungan, khususnya menanam mangrove atau bakau. Tanaman ini memang jadi dewa penolong bagi warga Buduran. Bakau mengelilingi tambak warga, area kanan-kiri sungai, serta lahan di sepanjang pantai.

Setiap kali panen, Iwan mendapatkan 90 kilogram udang untuk 1 hektare tambak. Padahal lima tahun lalu dia cuma dapat 15 kilogram udang. Hal ini terjadi karena tingginya kadar pencemaran di pesisir Sidoarjo. Limbah industri, pertanian, dan rumah tangga masuk ke Kali Karanggayam yang banyak dipakai petambak Sidoarjo untuk mengairi tambak. "Tambak saya sebelum 2000-an selalu kena penyakit," ujar Ketua Unit Pelayanan Pengembangan Budidaya Ikan dan Udang Delta Makmur Sidoarjo.

Pencemaran di wilayah pesisir memang mencemaskan. Di Pantai Kenjeran menumpuk kandungan logam berat, seperti kuprum, merkuri, tembaga, timbal, dan cadmium pada kerang serta berbagai jenis ikan. Hal itu terungkap dalam Jurnal Hakiki edisi Februari 2000, yang memuat penelitian Balai Teknik Kesejahteraan Lingkungan dan BPD Jawa Timur. Rata-rata kadar merkuri 11,35 ppb, kuprum 1.276,16 ppb, dan timbal 913.369.

Sisi lain hutan mangrove makin menciut di sepanjang Pantai Sidoarjo. Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Pertambangan, dan Energi Pemerintah Kabupaten Sidoarjo Hasan Basri, dari 26.495 hektare hutan bakau, sekitar 12 ribu hektare rusak. Bahkan lebih dari 9.000 hektare hutan bakau rusak berat. Kerusakan hutan bakau paling parah berada di tiga kecamatan, yaitu Buduran, Sedati, dan Waru. Warga yang tidak mengetahui manfaat mangrove menebangnya untuk membangun tambak baru. Selain itu, sejumlah pengusaha membabat pohon ini karena papan mangrove cocok untuk dijadikan bahan membuat kemasan.

Untuk mencegah kerusakan lingkungan, mulai 2007 warga Buduran menanam mangrove di sekitar tambak. Ada 240 ribu batang mangrove yang ditanam, antara lain jenis Rhizophora (tanjang) sebanyak 130 ribu batang dan Avicena (api-api) sebanyak 110 ribu batang. Setelah tanaman bakau tumbuh, akhir tahun lalu Departemen Kelautan dan Perikanan merevitalisasi tambak di Buduran dengan pola treatment biofilter. Tujuan lain dari program uji coba tingkat nasional ini adalah mengantisipasi limbah dari lumpur panas Lapindo.

Tambak milik Iwan ikut dalam uji coba tersebut. Satu hektare tambaknya digunakan sebagai filter. Dia menebar udang dan bandeng serta menanam bakau dan memberi batu apung. Pohon bakau untuk menyerap polutan di air, sedangkan batu apung untuk menjernihkan air tambak. "Sehingga udang jadi sehat dan bisa terhindar dari penyakit," kata Subandono Diposaptono, Direktur Pesisir dan Lautan Departemen Kelautan dan Perikanan.

Tiga bulan kemudian Iwan memanen udang windu dengan hasil 90 kilogram. Selain itu, penyakit tak lagi bermukim di tambaknya. Sejumlah ahli, seperti Banus (1977), mengungkapkan bahwa hipokotil pohon bakau dapat mengakumulasi tembaga, besi, dan seng. Hutan mangrove yang tumbuh di muara sungai merupakan tempat penampungan terakhir limbah yang terbawa aliran sungai, terutama jika jumlah limbah yang masuk ke lingkungan estuari melebihi kemampuan pemurnian alami oleh badan air. Tumbuhan memiliki kemampuan menyerap ion-ion dari lingkungannya ke dalam tubuh melalui membran sel.

Penelitian di Cilacap menunjukkan bahwa pohon bakau (Rhizophora mucronata) dapat mengakumulasi tembaga, mangan, dan seng. Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) pernah meneliti kandungan kadmium dan tembaga pada jenis api-api di muara Kali Wonokromo. Hasilnya, pohon api-api mengandung tembaga paling tinggi pada bagian akar, yaitu 11,5319 mg/gram. Diikuti pada batang sebesar 3,7552 mg/gram dan daun sebesar 2,1142 mg/gram.

Sedangkan kandungan kadmium pada bagian akar sebesar 8,6387 mg/gram, di bagian batang sebesar 2,6825 mg/gram, dan bagian daun sebesar 1,2138 mg/gram. Padahal rata-rata jumlah kandungan tembaga dalam sedimen di muara Kali Wonokromo adalah 13,7513 mg/gram dan logam kadmium mencapai 11,7495 mg/gram. Rata-rata jumlah kandungan tembaga di muara Kali Wonorejo adalah 12,7277 mg/gram dan kadmium mencapai 7,7468 mg/gram.

Penelitian lain dilakukan oleh Pusat Pelestarian Sumber Daya Alam Nasional Futian, Hong Kong. Mangrove yang ditanam di rawa ternyata dapat mengolah limbah dengan biaya rendah. Mekanisme pengendalian pencemaran terjadi melalui proses-proses absorbsi, filtrasi, biodegradasi, presipitasi, sedimentasi, penyerapan oleh tanaman, dan evaporasi atau penguapan. "Hasil penelitian di Futian ini menjadi salah satu dari 12 kiat melindungi lingkungan," kata Subandono.

Jambore Mangrove

Ternyata sekitar 3 persen hasil tangkapan laut Indonesia berasal dari jenis spesies yang bergantung pada ekosistem mangrove, antara lain kepiting, Penaeus monodon, Penaeus mergueiensis, Metapenaeus sp., dan Scylla sersata. Di sisi lain, luas lahan bakau di Indonesia makin berkurang. Pada 1980, luas lahan bakau mencapai 5,5 juta hektare, tapi kini merosot menjadi 2,5 juta hektare.

"Hilangnya hutan mangrove menyebabkan rusaknya fungsi ekologis," kata Subandono Diposaptono, Direktur Pesisir dan Lautan Departemen Kelautan dan Perikanan. Karena itu, sejak lima tahun lalu Subandono menggandeng pemerintah daerah dalam menanam mangrove. Warga dan lembaga swadaya masyarakat juga dilibatkan dalam program yang diberi nama Ayo Tanam Mangrove.

Melalui gerakan itu, mereka menanam bakau pada lahan seluas 500 ribu hektare di pesisir sepanjang 2009. Januari tahun depan, gerakan ini berlangsung di Pekalongan, Jawa Tengah. Utusan nelayan dan komunitas perikanan seluruh Indonesia bakal menanam bakau di kolam tambak. Hal ini dikaitkan dengan program Wanamina.

Tak hanya itu, Subandono juga mendorong generasi muda mencintai pohon ini melalui kegiatan Jambore Mangrove. Pada bulan lalu berlangsung Jambore Mangrove di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Sekitar 500 anggota Pramuka dan pelajar berkemah di pantai. Mereka mendapatkan pengetahuan serta cara memelihara bakau, termasuk informasi manfaat bakau untuk bahan makanan dan minuman. Selain itu, ada lomba cerdas cermat dan keterampilan yang berkaitan dengan tanaman ini.

Dari Karbon sampai Sirop

Intergovernment Panel for Climate Change, dalam laporannya, menyebutkan terjadinya peningkatan gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer. Bersama gas-gas rumah kaca lainnya, CO2 menjadi biang keladi perubahan iklim. Hutan mangrove ternyata mempunyai kemampuan menyerap gas tersebut.

Hal ini ditunjukkan oleh Nyoto Santoso dalam risetnya di Batu Ampar, Kalimantan Barat, pada 2007. Nyoto mencatat bahwa bakau dengan kondisi baik mampu menyerap karbon sebesar 10,68 ton/hektare/tahun. Penelitian lain dilakukan oleh Ball--seperti dikutip oleh Sukardjo (1996)--yang menunjukkan bahwa fotosintesis mangrove secara khas terpenuhi mencapai ½-2/3 dari seluruh radiasi sinar matahari. Lalu mempunyai suhu optimum di bawah 35 derajat Celsius dan memiliki titik kompensasi CO2 yang mudah ditera. Pada kondisi normal, keseimbangan CO2 secara linier berhubungan dengan daya hantar listrik daun.

Menurut Ball, kecepatan asimilasi banyak berkurang pada suhu daun yang tinggi. Pada beberapa jenis mangrove, kecepatan asimilasi relatif tidak terpengaruh oleh suhu dengan kisaran 17-30 derajat Celsius, melainkan menurun secara tajam pada suhu di atas 30 derajat Celsius dan mendekati nol pada suhu 40 derajat Celsius.

Selain peredam CO2, mangrove memiliki fungsi lain. Davis, Claridge, dan Natarina mencatat sejumlah manfaat itu. Pertama, menjadi habitat satwa langka, seperti 100 jenis burung, termasuk burung langka Blekok Asia. Kedua, melindungi bangunan, tanaman pertanian, atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses penyaringan.

Ketiga, pengendapan lumpur, sehingga kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi. Keempat, penambah unsur hara. Kelima, penambat racun. Keenam, sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan luar kawasan (Ex-Situ). Ketujuh, transportasi. Kedelapan, sumber plasma nutfah. Kesembilan, tempat rekreasi dan pariwisata. Kesepuluh, sarana pendidikan dan penelitian. Ke-11, memelihara proses-proses dan sistem alami. Ke-12, penyerapan karbon. Ke-13, memelihara iklim mikro. Terakhir, mencegah berkembangnya tanah sulfat masam.

Tidak hanya itu, buah dan daun mangrove dapat diolah menjadi bahan baku beragam makanan kecil, sirop, dan urap. Berdasarkan penelitian Departemen Kelautan dan Perikanan, buah mangrove mengandung gizi seperti karbohidrat, energi, lemak, protein, dan air. Karbohidrat yang terkandung di dalamnya mencapai sekitar 76,56 gram per 100 gram. Buahnya mengandung senyawa yang bermanfaat bagi tubuh manusia, seperti monosakarida, terutama glukosa, galaktosa, dan fruktosa.

Sumber : korantempo.com via blog ariefcrb


Jumat, 14 Mei 2010

Dokumentasi Antara tentang mangrove Wonorejo

mangrove Wonorejo On Camera




foto hari bumi 2010

SURABAYA, 21/4 - HARI BUMI 2010. Seorang petani mangrove, menanam bibit mangrove di bekas hutan mangrove yang terabrasi oleh gelombang laut, di pesisir pantai Wonorejo Surabaya, Rabu (21/4). Hari Bumi Sedunia diperingati pada 22 April 2010. FOTO ANTARA/Bhakti Pundhowo/ed/ama/10

21/4/2010 18:30



foto konservasi mangrove

SURABAYA, 13/4 - KONSERVASI MANGROVE. Seorang petani tambak menunjukkan bibit mangrove di kawasan konservasi alam hutan mangrove Wonorejo Rungkut Surabaya, Selasa (13/4). Kawasan hutan mangrove Wonorejo yang terletak di Surabaya Timur tersebut, oleh Pemkot Surabaya dijadikan kawasan konservasi alam dan wisata ekosistem. FOTO ANTARA/Eric Ireng/nz/10

13/4/2010 20:30


foto ternak penggemukan kepiting

SURABAYA, 30/3 - TERNAK PENGGEMUKAN KEPITING. Seorang peternak, mengambil seekor kepiting yang siap dipanen, di pusat budidaya penggemukan kepiting, Wonorejo Surabaya, Selasa (30/3). Budidaya ini merupakan usaha bersama petani magrove Wonorejo, yang mengambil bibit kepiting yang hidup diakar-akar mangrove. Ditempatkan di beberapa kolam buatan, kepiting yang diberi makan daging ikan mujair itu siap dipanen setiap dua minggu sekali, dengan berat rata-rata tiap kepiting mencapai 0,5 kg. FOTO ANTARA/Bhakti Pundhowo/nz/10

30/3/2010 16:15


foto mata pencarian alternatif

SURABAYA, 23/3 - MATA PENCARIAN ALTERNATIF. Dua nelayan mengambili ikan di jala, usai mencari ikan di waduk penampungan limpahan air hujan (Busem) Wonorejo, dikawasan pesisir pantai Wonorejo Surabaya, Selasa (23/3). Cuaca yang masih buruk diperairan laut Surabaya serta Madura, membuat para nelayan di pesisir disana enggan melaut dan berpindah sementara untuk mencari ikan di busem tersebut sebagai alternatif mata pencarian. FOTO ANTARA/Bhakti Pundhowo/hp/10

23/3/2010 10:40

foto tanam magrove metode bumbung

SURABAYA, 22/3 - TANAM MAGROVE. Seorang petani magrove, mengambil bibit mangrove dari atas perahu untuk ditanam dengan metode bumbung di kawasan garis pantai hutan magrove Wonorejo Surabaya, Senin (22/3). Metode bumbung adalah cara penanaman mangrove untuk garis pantai yang airnya selalu pasang. Bibit magrove diletakan dalam batang bambu (bumbung) yang telah diisi lumpur, dan bambu selanjutnya ditanam didasar lumpur pantai. Dengan metode ini, bibit mangrove terlindung dari gelombang pantai dan tidak hanyut oleh arus air pantai.

FOTO ANTARA/Bhakti Pundhowo/mes/10

22/3/2010 13:45


foto tanam magrove metode bumbung
SURABAYA, 22/3 - TANAM MAGROVE. Seorang petani magrove, memasukan bibit mangrove ke dalam batang bambu, untuk ditanam dengan metode bumbung di kawasan garis pantai hutan magrove Wonorejo Surabaya, Senin (22/3). Metode bumbung adalah cara penanaman mangrove untuk garis pantai yang airnya selalu pasang. Bibit magrove diletakan dalam batang bambu (bumbung) yang telah diisi lumpur, dan bambu selanjutnya ditanam didasar lumpur pantai. Dengan metode ini, bibit mangrove terlindung dari gelombang pantai dan tidak hanyut oleh arus air pantai. FOTOANTARA/Bhakti Pundhowo/mes/10.
22/3/2010 13:45


foto ukm sirup mangrove

SURABAYA, 20/3 - UKM SIRUP MANGROVE. Sony, seorang petani mangrove, menempelkan kertas kemasan di botol yang telah diisi sirup mangrove, di rumah industri pembuatan sirup mangrove, Wonorejo Surabaya, Sabtu (20/3). Sirup mangrove ini merupakan Usaha Kecil Menengah (UKM) para petani mangrove di kawasan tersebut. FOTO ANTARA/Bhakti Pundhowo/ss/ama/10

20/3/2010 16:45