Lahan Menyusut 1.454 Ha, Dikuasai Investor Kakap
Surabaya, Bhirawa
Praktek pembalakan liar terhadap hutan mangrove di Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) Surabaya diduga sudah berlangsung lama. Akibatnya, luas hutan mangrove mengalami penyusutan. Ironisnya lagi, lahan bekas hutan mangrove ini dikuasai investor kelas kakap.
Konsorsium Rumah Mangrove Pamurbaya, Wawan Some membeberkan, fakta bahwa pembalakan liar atas hutan mangrove itu tidak terjadi pada tahun 2011 yang telah menghabiskan 10 hektar di kawasan Mulyorejo. Namun sebelumnya sudah terjadi dan itu dilakukan warga sekitar Pamurbaya.
"Pembabatan hutan mangrove ini berdasarkan data yang ada, terjadi sejak tahun 2001 lalu. Setelah itu pada tahun 2007 dan 2009 serta puncaknya pada tahun ini. Para pelakunya sudah ditangkap polisi, namun ada yang dilepas karena tidak cukup bukti," beber Wawan, Selasa (24/5) di LBH Surabaya.
Akibat adanya pembalakan ini, membuat kawasan hutan mangrove yang sudah dijadikan sebagai kawasan konservasi ini mengalami penyusutan. Pada tahun 2001 lalu, luasannya mencapai 2.806 hektare dengan panjang 8, 70 km dan kini tinggal sekitar 1.352 hektare dengan panjang 7.32 Km.
Yang membuatnya miris adalah pembalakan liar ini tidak lepas upaya warga untuk menjadikan kawasan hutan lindung itu sebagai areal pertambakan. Namun seiring dengan perkembangan waktu, areal tersebut oleh warga diperjualbelikan ke investor dengan cukup dilaksanakan di tingkat kelurahan.
"Areal hutan mangrove yang dibuka oleh warga kini 80 persen dikuasai investor. Dan investor yang bermain di sana adalah kelas kakap. Meski sudah dikuasai investor, sebagian lahan itu masih ada yang berupa tambak karena belum dibangun oleh investor," tegasnya.
Melihat kondisi ini, tingkat abrasi di kawasan Pamurabaya sangat mencemaskan. Ini terjadi karena tidak ada tumbuhan mangrove yang seharusnya bisa menangkal abrasi.
Faiq Asidiqi dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mendukung langkah Pemkot surabaya untuk membeli lahan di Pamurbaya, terutama milik warga yang sudah bersertifikat. Sebab, hal ini sudah diatur dalam peraturan pemerintah tahun 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
"Apapun bentuknya, apakah tanah oloran atau tambak, maka pemerintah harus mengganti rugi kepada pemilik. Apalagi penduduk memiliki bukti kepemilikan atas lahan tersebut. Dan ingat di sana dijadikan kawasan konservasi itu baru tahun 2006 lalu, sedangkan warga memiliki tanah di sana sejak tahun sebelumnya," cetusnya.
Sedangkan Prigi Arisandi dari Ecoton (lembah Kajian Konservasi dan Lahan Basah) menyatakan pihaknya sangat kecewa dengan Pemkot Surabaya yang tidak berhasil mencegah pembalakan liar di Pamurbaya. Sebab, sebagai pemilik lahan konservasi, pemkot dinilai lalai sehingga pembalakan di sana terus berlangsung.
"Kami akan menyomasi pemkot agar tegas dalam pengawasan kawasan konservasi di Pamurabaya. Jika memang nantinya pemkot masih lemah dalam pengawasan kami siap untuk melakukan gugatan class action karena pemkot dianggap lalai sehingga menyebabkan pembalakan liar," tegasnya.
Pembebasan Dilakukan Tahun 2012
Sementara itu, Asisten II Muhlas Udin menuturkan, luas mangrove yang tertulis dalam RPJMD mencapai 2.500 hektar, jumlah itu di luar dari milik pengembang. Ribuan hektar itu dihitung dari wilayah perbatasan di Sidoarjo sampai ke Kenjeran. Rencananya, lahan ini akan dibebaskan semua, termasuk milik warga yang bersertifikat. "Anggaran pembebasan akan diusulkan pada pada APBD 2012," ujar Muhlas.
Pihaknya saat ini hanya fokus pada proses pembebasan lahan. Sementara untuk pembebasan itu masih menunggu tim pengukuran yang mulai kemarin terjun di lapangan. "Kami tetap ingin keberadaan hutan lindung tetap dijaga," ungkapnya.
Muhlas juga membeberkan, bagi pengusaha maupun perorangan yang memiliki sertifikat seperti petok D, dalam aturannya mereka tak bisa memakai semua lahan untuk beroperasi. Sebab, mereka (pemilik sertifikat) hanya diperbolehkan memakai 40 persen saja dari total lahan yang dimiliki. "Tapi kalau kami sudah beli semua, maka mereka tak boleh sama sekali memakai lahan itu," jelasnya. [iib]
Sumber: Harian Bhirawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar