Minggu, 15 Mei 2011

DPRD Surabaya Minta Pembalakan mangrove Diproses Hukum

Sunday, 15 May 2011 14:46 Media Online Bhirawa

Surabaya, Bhirawa
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya meminta pelaku pembalakan pohon mangrove di Pantai Timur Surabaya diproses secara hukum, karena dinilai telah merusak lingkungan setempat.
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Ahmad Suyanto, Minggu, mengatakan wilayah Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) merupakan hamparan pantai yang tidak terbentengi oleh pulau atau gugusan karang pemecah ombak.
"Kalau ada tsunami maka gugusan ombak pantai timur akan masuk ke daratan tanpa bisa dibendung," katanya.
Oleh karena itu, lanjut dia, habitat tanaman bakau atau mangrove (tanaman yang berakar banyak dan kuat) bisa mengurangi hantaman ombak dan angin masuk ke daratan.
"Ini beda dengan pantai utara Surabaya yang masih terlindungi oleh Pulau Madura," ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, Suyanto berharap semua warga kota harus menyatakan perang terhadap pembalak liar di kawasan Mulyorejo, Sukolilo, Rungkut sampai dengan Gunung Anyar.
"Aparat pemkot harus menyediakan polisi laut, 'coast guard' atau polisi air. Pembalak harus dikejar sampai ke liang semut," katanya.
Sementara itu, kasus pembalakan mangrove secara liar di Kawasan Hutan Konservasi Mangrove di Kecamatan Mulyorejo seluas 10 hektar, mendapat respons dari kalangan warga Surabaya khususnya komunitas peduli lingkungan.
Pengurus Komunitas Jurnalis Peduli Lingkungan (KJPL) Indonesia, Teguh Ardi Sriyanto, mengatakan pihaknya mengutuk keras serta prihatin atas tragedi lingkungan yang sangat memprihatinkan dan menampar Pemkot Surabaya, sebagai pemangku kebijakan di Surabaya.
"Pembalakan liar di Mulyorejo dan Sukolilo harusnya tidak boleh terjadi, kalau pengawasan Muspika di kawasan itu sangat jeli dan ketat," katanya.
Proses pembalakan tidak mungkin dilakukan hanya dalam satu hari, mengingat luasnya lahan yang dirusak. Sementara mangrove yang ditebang usianya sudah 10-15 tahun sejak ditanam pertama kali, dengan indikasi lebar diameter mangrove yang mencapai 10-20 cm setiap pohon.
KJPL Indonesia mendesak pada Pemkot Surabaya untuk menindak aparaturnya yang diduga terlibat dalam pembalakan liar itu.
"Kami juga minta pada polisi, untuk serius mengungkap pelaku perusakan kawasan Konservasi Mangrove di Mulyorejo, dengan menerapkan aturan perundangan yang sudah ada dan jelas, khususnya UU Kehutanan," katanya. [@.gat]

Sumber: Bhirawa

Catatan FKPM-Ne: Ketua FKPM Ne Djoko Suwondo sebenarnya menyayangkan hiruk pikuk pemberitaan pembalakan mangrove Mulyorejo. "Ya sudahlah, dirangkul saja seperti kami dulu merangkul pak Fathoni!" tegas Djoko suwondo. Menurut pak Djoko, undang-undang yang dipakai toh tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Sudah seyogyanya aparat hukum di daerah menyesuaikan diri dengan kondisi di lapangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar