Tampilkan postingan dengan label Fathoni pembalak bakau. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fathoni pembalak bakau. Tampilkan semua postingan

Senin, 23 Mei 2011

Bambang DH: Ada Oknum Kelurahan Ikut Bermain

Senin, 23 Mei 2011 | 11:48 WIB
Surabaya – Pemkot meminta polisi mengusut tuntas adanya bukti kepemilikan sertifikat di lahan mangrove. Sebab sejak pertengahan tahun 2002 Pemkot sudah mengirim surat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya agar tidak mengeluarkan sertifikat di atas lahan mangrove di seluruh pantai di Surabaya. ”Tapi, kalau sertifikat itu terbit sebelum 2002 berarti pihak Lurah Kejawenputih pada era itu yang bermain,” kata Wakil Walikota Bambang DH, Senin (23/5).. Seperti diketahui, sertifikat yang dimiliki M Sholeh, salah satu terperiksa kasus pembalakan di mangrove Wonorejo dari BPN Surabaya diterbitkan tahun 1992. Dari kepemilikan sertifikat dari BPN itulah, Sholeh membuka kawasan pesisir tersebut untuk dijadikan area tambak. Menurut dia, memang ada oknum kelurahan di era sebelum dia menjabat sebagai wakil walikota Surabaya sejak 1999-2002 yang ‘nakal’. Oknum lurah ini mau diiming-imingi duit oleh seorang broker tanah mangrove untuk dijadikan lahan reklamasi. Akhirnya, pembalakan mangrove terus terjadi dan kelurahan mengeluarkan surat keterangan untuk dijadikan dasar pengurusan sertifikat di BPN. Kasus pembalakan mangrove seperti itu, katanya, menjadi modus. Sebab, setelah ada pembalakan dan diterbitkannya sertifikat dari BPN lahan mangrove itu dijual ke pengembang perumahan. Selanjutnya, pengembang menyulap kawasan mangrorev itu menjadi kawasan perumahan elit. “Modusnya seperti itu dan hal itu bisa terjadi pada pembalakan mangrove di Kejawenputih tersebut,” ujarnya, tanpa mau menyebut siapa nama pengembangnya. Terkait dengan ini pemkot juga akan ikut meneliti sertifikat atas nama pembalak di atas mangrove. Paling tidak guna mencari solusi agar kasus serupa tidak terulang kembali seperti yang terjadi saat ini. Bambang mengaku sempat kaget ketika mendengar ada pembalak mangrove telah memegang sertifikat dari BPN Surabaya. Sebab, ia sudah mengirim surat kepada BPN agar tidak mengeluarkan sertifikat tanah di kawasan mangrove sejak 2002. Itu artinya, pemkot sudah melarang kepemilikan lahan mangrove sebagai lahan pribadi, karena lahan mangrove di pantai Surabaya sudah dijadikan kawasan konservasi. Bila saat ini ada pemegang sertifikat tanah di atas lahan mangrove, lanjutnya, polisi bisa menelusurinya tentang terbitnya sertifikat atas nama salah satu pembalak. Terutama kapan diterbitkannya sertifikat tersebut. Sertifikat Asli Sementara Waksatresimkrim Polrestabes Surabaya Kompol Sudamiran mengatakan, sertifikat yang dikantongi M Sholeh salah satu pembalak mangrove asli dekeluarkan BPN. Hasil pemeriksaan wakil dari BPN memang sertifikat yang dimiliki M Sholeh sertifikat itu tidak diragukan keabsahannya. “Sertifikat asli, bukan rekayasa,” katanya. Cuma, kata dia, dia tidak meneliti kapan sertifikat itu diterbitkan. Apakah sebelum 2002 atau sesudah 2002. Kini pemegang sertifikat belum dijadikan tersangka dan tidak ada penahanan. Namun, bila diperlukan pemeriksaan ulang M Sholeh siap datang ke Polrestabes. Disinggung kenapa bisa ada sertifikat atas nama M Sholeh, lanjutnya, yang mungkin salah dalam proses ini adalah pemkot sendiri. Pemkot hanya membuat perda rancana tata ruang wilayah (RTRW) No. 3/2007 tentang Pengaturan Tata Ruang Wilayah, tapi tidak membuat batas-batas yang pasti terhadap kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan mangrove atau konservasi. Akibatnya, banyak kawasan mangrove dicaplok orang-orang yang sengaja ingin menguasainya. Digugat Munculnya kasus pembalakan mangrove ini Pemkot digugat Komunitas Jurnalis Peduli Lingkungan (KJPL). Para aktivis lingkungan hidup mengangggap Pemkot lalai dalam kasus pembalakan mangrove secara liar yang dilakukan warga di kawasan Kejawenputih. Aktivis lingkungan mengajukan Citizen Lawsuit atau gugatan yang lazim digunakan untuk menggugat kebijakan pemerintah dalam kaitan masalah lingkungan hidup. Prigi Arisandi yang juga Founder KJPL) dan dari Tim Konsorsium Rumah Mangrove mengatakan, gugatan itu diajukan karena Pemkot Surabaya lalai dalam menjaga kawasan konservasi mangrove. Selain lalai menjaga kawasan konservasi, pemkot juga tidak punya aturan pengelolaan kawasan konservasi secara khusus. Dengan kejadian di Kejawenputih para aktivis lingkungan di Surabaya, menyimpulkan ada beberapa kesalahan yang dilakukan pemkot, sehingga merugikan warga Surabaya, dan layak untuk diajukannya sebuah gugatan Citizen Lawsuit. Menurut Prigi yang juga Direktur Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton), gugatan yang diajukan itu tidak menuntut secara materiil atau uang pada pemkot, tapi lebih pada tuntutan adanya perbaikan kebijakan untuk masalah lingkungan hidup di Surabaya. Sementara Teguh Ardi Srianto Juru Bicara Tim Konsorsium Rumah Mangrove menyatakan, akibat kelalaian pemkot menjaga kawasan konservasi mangrove, maka hilanglah aset negara berupa mangrove di sana. Mangrove itu dijadikan tanah oloran dan berpetok D yang kemudian muncul sertifikat. Selain itu, adanya pembiaran perusakan mangrove seluas 10 hektar, akan mengganggu fungsi filtrasi polutan dan hilangnya pelindung ombak di pesisir pantai Surabaya. “Paling parah akibat pembalakan liar itu, banyaknya habitat keanekaragaman hayati di kawasan Konservasi Mangrove Mulyorejo yang hilang dan rusak,” ujarnya. Untuk itu ke depan, Konsorsium Rumah Mangrove mendesak pada Pemkot Surabaya, untuk membentuk dan menyusun segera perda pengaturan tentang tata kelola tanah oloran di Surabaya guna melindungi kawasan pesisir pantai di Surabaya, yang rentan dengan perusakan lingkungan. pur

Sumber: Surabaya Post

Catatan FKPM-Ne: Seharusnya Wakil walikota sebagai pejabat publik, tidak memberikan pernyatan yang memperkeruh suasana dan membuat semua pihak saling tuding. " Membuat suasan tidak kondusif pak Bambang DH ini!!" Keluh Djoko Suwondo, ketua FKPM Ne.

Puluhan jurnalis tinjau lokasi pembalakan mangrove mulyorejo

23 May 2011 // 12:47 // KRIMINALITAS

Cak Ri menunjukkan Lokasi Pembalakan

SURABAYA (suarakawan.com) – Puluhan awak media atau Jurnalis baik media cetak, elektronik, dan Online, meninjau langsung lokasi lahan mangrove yang dibalak oleh tangan usil manusia, di lahan mangrove Mulyorejo, Surabaya, Senin pagi (23/05).

Dari pengamatan suarakawan.com, pembalakan ini dilakukan didalam hutan mangrove sekitar 2 km dari laut, dan sisa-sisa kayu mangrove masih banyak diletakan di sekitar lokasi.

“Saya melihat mereka sekitar sebulan lalu, ketika ada sekitar 10 orang melakukan aktifitas pengangkutan kayu di kapal dan penebangan,” ujar Cak Ri, Nelayan yang biasa beristirahat di lokasi lahan.

Cak Ri menambahkan, saat dia memergoki aktifitas ini, dia bingung harus melaporkannya kemana meski dirinya juga mengenali beberapa orang dari para pembalak ini.

Diketahui, sekitar ribuan batang kayu mangrove dari 10 hektar lahan mangrove Mulyorejo, dibalak oleh oknum masyarakat, dan saat ini proses hukumnya masih berjalan. Anehnya, setelah mencuatnya kasus ini, Pemerintah Kota Surabaya mencuci tangan dengan alasan status tanah tersebut sudah memiliki petok D.

Sementara itu, nelayan sekitar merasakan dampak akibat pembalakan ini, yakni ekosistem rajungan yang mendapat nilai jual semakin berkurang.

“Biasanya disini banyak rajungan mas, tetapi sekarang tidak ada karena kayunya ditebang orang,” kata Yatmo, nelayan asal Kenjeran , kepada suarakawan.com.(Jto/nas)


Sumber: Suara kawan.com

Pembalakan mangrove


SURABAYA, 23/5 - PEMBALAKAN MANGROVE. Seorang nelayan membawa ranting dan dahan pohon mangrove yang ditebangi, di kawasan hutan mangrove Mulyorejo, Surabaya, Senin (23/5). Kondisi hutan mangrove di pantai timur Surabaya yang seharusnya mempunyai ketebalan 250-380 meter dari pinggir daratan ke arah laut, sebagian besar hanya 5-10 meter yang disebabkan pengrusakan lingkungan termasuk pembalakan liar. FOTO ANTARA/Eric Ireng/ss/ama/11

Sumber: Antara Foto

Kamis, 19 Mei 2011

Polrestabes Surabaya Ekspos Kasus Pembalakan Mangrove

Thursday, 19 May 2011 20:22 Media Online Bhirawa

Surabaya, Bhirawa
Untuk memperjelas kasus pembalakan Hutan Mangrove di daerah Kejawenputih Sukolilo, Polrestabes Surabaya melakukan gelar perkara. Gelar perkara berlangsung di Gedung Ekselutif Mapolrestabes Surabaya diikuti pihak kepolisian, Pemkot Surabaya, Pakar Lingkugan dan kecamatan.
Kepala Polrestabes Surabaya, Kombes Pol Coki Manurung mengatakan, gelar perkara yang telah dilakukan bertujuan untuk mencari titik kebenaran kasus pembalakan Mangrove di daerah Sukolilo. Menurutnya, dengan beberapa keterangan dari para ahli, polisi dapat mengungkap kasus itu.
''Kita berharap dari kesaksian ini, polisi dapat menjerat empat tersangka (Salah satu berinisial S dan tiga rekannya, red) dengan hukuman yang sesuai dengan tingkat perbuatannya,'' tuturnya.
Coki menilai,pada kasus pembalakan liar ini, tersangka dapat dikenakan pasal 50 dalam UU Kehutanan poin 1 dan 2 yang menyebutkan setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan. Selain itu, setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu dan dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.
Sedangkan untuk hukuman yang diberikan kepada pelaku pembalakan, menurut Coki dapat dikenakan hukuman kurang lebih 10 tahun penjara atau denda Rp5 miliar. Ancaman itu tertuang dalam UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, tentang kehutanan, dan UU KUHP pasal 406 tentang pengrusakan. ''Jadi jelas bagi pelaku pengrusakan Mangrove akan dikenakan hukuman sebagaimana tertuang dalam UU Kehutanan,'' ulangnya.
Sementara itu, Pencinta Lingkungan Hidup, Heru mengatakan, dirinya meminta kepada pihak kepolisian untuk segera menyelesaikan kasus pembalakan liar Mangrove di daerah Sukolilo. Menurutnya, pembalakan liar ini merupakan sebuah kegiatan yang dapat merugikan banyak pihak.
''Kita sumua tahu kegunaan Mangrove itu sangat banyak diantaranya peredam gelombang dan angin, pelindung dari abrasi, penahan intrusi air laut ke darat, penahan lumpur dan perangkap sedimen, penghasil sejumlah besar detritus (hara) bagi plankton, sebagai daerah asuhan (nursery grounds), tempat mencari makan (feeding grounds), dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut lainnya.,'' paparnya.
Selain itu, keberadaan Mangrove juga dapat digunakan sebagai penghasil kayu konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan bahan baku kertas, pemasok larva (nener) ikan, udang, dan biota laut serta, sebagi habitat bagi beberapa satwa liar, seperti burung, reptil, dan mamalia, serta sebagai tempat wisata. ''Jadi sayang jika Mangrove yang banyak fungsinya saat ini dirusak,'' jelasnya. [dna]

Sumber: Bhirawa

Rabu, 18 Mei 2011

Pembalakan Mangrove di Surabaya Terus Berlangsung

Selasa, 17 Mei 2011 23:29 WIB

SURABAYA--MICOM: Pembalakan pohon mangrove di sekitar Pantai Utara (Pantura) Surabaya diketahui hingga kini masih terus berlangsung, meski kepolisian setempat saat ini telah melakukan proses penyelidikan terkait kasus tersebut.

Masih adanya pembalakan tersebut diketahui saat Kabag Pemerintahan Pemkot Surabaya Irvan Widyanto bersama Camat Mulyorejo M Syafik dan rombongan mengunjungi sejumlah titik di Pamurbaya yang rawan pembalakan, Selasa (17/5).

"Akan ada tindakan untuk para pekerja tersebut. Tapi kami perlu pastikan dulu. Jangan-jangan mereka punya petok D atau sejenisnya," kata Irvan.

Rombongan pemkot tersebut berangkat dari kawasan bozem Wonorejo dengan speed boat milik Forum Kemitraan Polisi Masyarakat Nirwana Eksekutif (FKPM NE). Lokasi yang dituju berjarak sekitar 30 menit perjalanan.

Saat melihat lokasi pembalakan, rombongan ternyata masih menjumpai adanya aktivitas orang-orang tertentu di salah satu titik lokasi pembalakan. Lokasi tepatnya berada di selatan ujung muara Sungai Kalidami.

Terlihat ada tujuh orang yang sedang menggali lumpur di dasar lokasi lahan yang telah ditebangi. Lumpur tersebut dinaikan di atas rakit dan kemudian dibawa kepinggir lahan. Lantas, lumpur itu pun dijadikan pematang.

Terlihat pula beberapa pekerja lainnya sedang menyelesaikan gubuk di sekitar lokasi tersebut. Dari bentuknya sudah ada beberapa petak yang telah tersekat dengan tumpukan lumpur itu.

Selain itu, Irvan sempat melihat peta lokasi yang dimiliki Lurah Kejawan Putih Tambak, M Imron. Ternyata lahan yang masih ada aktivitas pengerukan tanah termasuk wilayah konservasi. "Berarti besok (18/5), harus ada penindakan untuk mereka (pekerja tambak)," kata Irvan.

Terkait penindakan yang harus dilakukan, Camat Mulyorejo M Syafik berserta Kasi Tramtib Mulyorejo Mudjoko malah terkesan melepar tanggungjawab ke polisi. Syafik mengatakan bahwa urusan tersebut telah berada di tangan Polrestabes. "Kami harus koordinasikan dulu dengan pihak kepolisian," ujarnya.

Masih adanya warga yang bekerja di tambak itu kemungkinan disebabkan pengawasan di kawasan hutan lindung kurang ketat. Setidaknya hal itu diakui Kabid Pertanian dan Kehutanan Dinas Pertanian Kota Surabaya Alex Siahaya. Alex mengatakan, pengawasan yang dilakukan tidak pernah menyeluruh. "Tidak seluruhnya di laut. Ada juga yang didarat," katanya.

Kalaupun ke laut, lanjut Alex, para petugas tidak menjangkau seluruh pantai yang ada di Pamurbaya. Alasannya, selama ini pihaknya sudah ada kesepakatan dengan pihak kecamatan untuk melakukan pengawasan bersama.

Bisa jadi, kesepakatan itu tidak berjalan dengan mulus karena pembalakan bisa terjadi. Alex menambahkan, pengawasan yang dilakukan dinas selama ini termasuk penyediaan perahu.

Perahu-perahu itu lantas disampaikan ke kecamatan untuk bisa melakukan pengawasan bersama. Kalau dilapangan masih ada pekerja yang melakukan kegiatan dilokasi pembalakan, dia mengaku heran. "Nanti kami akan kordinasi lagi," tuturnya.

Namun, dia berjanji untuk memperbaiki pola pengawasan yang selama ini dilakukan. Sebab, hal itu tidak terbukti cukup efektif untuk menjaga kawasan pamurbaya dari perilaku pembalakan liar. Saat ini, pihaknya telah mempersiapkan beberapa perahu baru untuk pengawasan. "Mungkin nanti 2 - 3 hari sekali patroli penuh," katanya. (Ant/OL-2)

Sumber: Media Indonesia
Catatan FKPM - Ne: Pemberitaan ini merupakan bentuk partisipasi FKPM Ne sehingga para pembuat keputusan mengerti betul bagaimana kondisi di bawah. "Buat apa mereka diangkap dan dihukum!!! Dibina saja, sehingga seperti pengalaman kami membina Pak fathoni!" tegas pak Djoko suwondo kepada redaksi. "Toh nantinya juga menguntungkan keamanan wilayah mangrove!!" saran tegas pak Djoko suwondo.

Minggu, 15 Mei 2011

Polrestabes Surabaya Buru Pembalak Mangrove

15 Mei 2011 16:59:59
Penulis : Fiqih Arfani
Surabaya - Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya memburu pelaku pembalakan pohon mangrove di Pantai Timur Surabaya.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes, AKBP Anom Wibowo, Minggu mengaku, pihaknya serius menangani kasus ini. Untuk membuktikan keseriusannya, penyidik sudah memeriksa beberapa orang. Hanya saja ia enggan menjelaskan secara rinci identitas yang pihak yang dimintai keterangan.

"Sudah ada yang diperiksa dan saat ini sedang di kembangkan. Kami pasti berusaha mengungkap kasus ini secara transparan dan menemukan pelaku utamanya," ujar Anom Wibowo ketika ditemui di Mapolrestabes, Jalan Taman Sikatan.

Informasinya, dua orang sudah dimintai keterangannya oleh penyidik. Keduanya berinisial AM dan Su. Mereka diperiksa intensif di hadapan penyidik untuk menjelaskan kasus tersebut.

Anom tak mengelaknya. Ia membenarkan dua orang yang sedang menjalani pemeriksaan oleh anggotanya. Akan tetapi, polisi belum menentukan tersangka dalam kasus ini.

"Masih sebatas saksi - saksi kok. Kemungkinan ada pemeriksaan lanjutan dari pihak lain. Kami masih belum bisa membeberkannya ke publik karena penyidik masih bekerja. Nanti kalau sudah ada tersangka, akan kami beritahu," papar dia.

Hal senada dikatakan Kasubbag Humas Polrestabes Surabaya, AKP Suparti. Menurut dia, nantinya setelah penyidik menemukan pelaku dan menetapkannya sebagai tersangka, maka akan dipublikasikan ke masyarakat.

"Sabar ya. Berikan waktu agar penyidik menyelesaikan proses penyelidikan. Mohon doanya juga agar pelaku segera tertangkap," tandas mantan Kapolsek Pabean Cantikan tersebut.

Sebanyak 10 hektare pohon mangrove yang berada di muara Kalisaridamen, Kecamatan Mulyorejo, Kota Surabaya diketahui lenyap karena ditebang secara liar oleh orang yang tidak bertanggungjawab.

Camat Mulyorejo, M. Safik membenarkan pembalakan pohon mangrove tersebut dilakukan oleh oknum tak bertanggungjawab untuk dibuat sebagai tambak.

Sumber: Antara-Jatim

DPRD Surabaya Minta Pembalakan mangrove Diproses Hukum

Sunday, 15 May 2011 14:46 Media Online Bhirawa

Surabaya, Bhirawa
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya meminta pelaku pembalakan pohon mangrove di Pantai Timur Surabaya diproses secara hukum, karena dinilai telah merusak lingkungan setempat.
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Ahmad Suyanto, Minggu, mengatakan wilayah Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) merupakan hamparan pantai yang tidak terbentengi oleh pulau atau gugusan karang pemecah ombak.
"Kalau ada tsunami maka gugusan ombak pantai timur akan masuk ke daratan tanpa bisa dibendung," katanya.
Oleh karena itu, lanjut dia, habitat tanaman bakau atau mangrove (tanaman yang berakar banyak dan kuat) bisa mengurangi hantaman ombak dan angin masuk ke daratan.
"Ini beda dengan pantai utara Surabaya yang masih terlindungi oleh Pulau Madura," ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, Suyanto berharap semua warga kota harus menyatakan perang terhadap pembalak liar di kawasan Mulyorejo, Sukolilo, Rungkut sampai dengan Gunung Anyar.
"Aparat pemkot harus menyediakan polisi laut, 'coast guard' atau polisi air. Pembalak harus dikejar sampai ke liang semut," katanya.
Sementara itu, kasus pembalakan mangrove secara liar di Kawasan Hutan Konservasi Mangrove di Kecamatan Mulyorejo seluas 10 hektar, mendapat respons dari kalangan warga Surabaya khususnya komunitas peduli lingkungan.
Pengurus Komunitas Jurnalis Peduli Lingkungan (KJPL) Indonesia, Teguh Ardi Sriyanto, mengatakan pihaknya mengutuk keras serta prihatin atas tragedi lingkungan yang sangat memprihatinkan dan menampar Pemkot Surabaya, sebagai pemangku kebijakan di Surabaya.
"Pembalakan liar di Mulyorejo dan Sukolilo harusnya tidak boleh terjadi, kalau pengawasan Muspika di kawasan itu sangat jeli dan ketat," katanya.
Proses pembalakan tidak mungkin dilakukan hanya dalam satu hari, mengingat luasnya lahan yang dirusak. Sementara mangrove yang ditebang usianya sudah 10-15 tahun sejak ditanam pertama kali, dengan indikasi lebar diameter mangrove yang mencapai 10-20 cm setiap pohon.
KJPL Indonesia mendesak pada Pemkot Surabaya untuk menindak aparaturnya yang diduga terlibat dalam pembalakan liar itu.
"Kami juga minta pada polisi, untuk serius mengungkap pelaku perusakan kawasan Konservasi Mangrove di Mulyorejo, dengan menerapkan aturan perundangan yang sudah ada dan jelas, khususnya UU Kehutanan," katanya. [@.gat]

Sumber: Bhirawa

Catatan FKPM-Ne: Ketua FKPM Ne Djoko Suwondo sebenarnya menyayangkan hiruk pikuk pemberitaan pembalakan mangrove Mulyorejo. "Ya sudahlah, dirangkul saja seperti kami dulu merangkul pak Fathoni!" tegas Djoko suwondo. Menurut pak Djoko, undang-undang yang dipakai toh tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Sudah seyogyanya aparat hukum di daerah menyesuaikan diri dengan kondisi di lapangan.

Sabtu, 14 Mei 2011

10 Hektar Mangrove Dibabat

Pembalakan Liar Pantai Timur Diduga Reklamasi
Jawa Timur - - 14 May 2011 | 18:30

SURABAYA, LIcom: Temuan pembalakan mangrove secara sporadis di pantai timur Surabaya, khususnya di kawasan Mulyorejo, patut diduga terkait reklamasi pantai secara liar. Pasalnya, 10 hektare mangrove yang dibabat itu, lahannya digunakan untuk tambak.

Ini mirip dengan kasus reklamasi pantai ilegal yang dilakukan salah satu pengembang untuk mendirikan pemukiman baru yang pernah diungkap dalam hearing di Komisi C DPRD Surabaya. Pengembang itu menolak dikatakan melakukan reklamasi, sebab dia membeli lahan itu dari warga setempat yang dijadikan tambak.

Padahal informasinya, sebelum jadi tambak, lahan itu memang ada di laut. Namun dengan cara menguruk pantai, lahannya dijadikan tambak. Setelah beberapa tahun, tambak itu dijual ke pengembang dengan harga wajar.

Dugaan ini disampaikan anggota Komisi C DPRD Surabaya Agus Santoso. Menurut dia, kasus reklamasi pantai itu memang modusnya dengan cara membeli tambak warga.

“Dalam kasus pembalakan mangrove ini, lahannya digunakan warga untuk tambak. Kasus ini tak bisa didiamkan begitu saja. Pemkot Surabaya melalui Dinas Pertanian harus bertanggungjawab,” kata Agus.

Sementara Kepala Dinas Pertanian Syamsul Arifin dan Sekretaris Hari Tjahjono, dihubungi melalui ponselnya tak berhasil. Walau terdengar nada sambung, namun tak ada jawaban.win/LI-07

Sumber: Lensa Indonesia

Kamis, 15 April 2010

Antisipasi Pembalakan Liar?

Patroli gabungan FKPM-NIRWANA EKSEKUTIF dan Kepolisian Sektor Rungkut

Untuk mengantisipasi pembalakan liar yang akhir-akhir ini terjadi di pantai timur Surabaya, khususnya kawasan wonorejo – rungkut, maka pada tgl 15 april diadakan apel dan patroli gabungan antara polsek rungkut dan FKPM Nirwana Eksekutif. Patroli yang langsung dipimpin oleh kapolsek rungkut AKP. Naufil Hartono dan ketua FKPM Nirwana Eksekutif Ir. Djoko Suwondo dan melibatkan 10 personil dari Polsek Rungkut serta 12 personil dari FKPM Nirwana Eksekutif.

Pola dan modus operandi pembalakan liar menurut ketua FKPM, sangat mudah ditabak, apalagi dengan direkrutnya salah satu tokoh pembalak liar wonorejo di masa lalu, menjadi anggota istimewa FKPM-NE. Pembalakan liar yang terjadi dikawasan wonorejo dilakukan oleh pendatang, karena warga wonorejo sendiri telah sadar betapa pentingnya hutan mangrove untuk menopang kehidupan warga. Modus operandi dari pembalak dengan mengergaji pohon tetapi pohon tersebut tidak dirobohkan tapi dibiarkan mati kering, setelah itu 2 minggu kemudiaan mereka kembali dengan argumen mencari kayu kering. Setelah pohon kering itu diambil mereka mengergaji lagi pohon yang lainnya. Hasil dari pola ini bisa menghasilkan 3 s/d 4 kubik kayu.

Untuk itu dilakukan sosialisasi modus ini ke personil keamanan mangrove yang terbentuk dari FKPMNE, warga Tambak dan Kepolisian sektor rungkut yang telah menjadi team gabungan dalam mengawasi hutan mangrove.

Selasa, 13 April 2010

Penangkapan pencuri kayu mangrove

Tidak sia-sia patroli dan sosialisasi modus operandi pembalak liar yang sudah sering dilakukan oleh Tim Gabungan, pada tanggal 13 april 2010, Warga Tambak wonorejo akhirnya berhasil membekuk penebang liar. Yang akhirnya diserahkan ke Kepolisian Sektor Rungkut.

Nasib Sial menimpa ketiga orang asal candi, sidoarjo. Sebelum kejadian tgl 13 april ini, pembalak ini pernah masuk pada tgl 10 April 2010, tetapi setelah dikejar sampai sidoarjo mereka menghilang. Si pelaku ditengarai sudah tiga kali mereka mencuri kayu di kawasan hutan mangrove wonorejo. Setelah mendapat laporan dari petani tambak yang bernama poniman bahwa lima orang tak dikenal mengambil kayu dilahanya, sebagian anggota FKPMNE yang memang warga tambak dan berbekal alat komunikasi (HT), langsung menginformasikan ke kapolsek Rungkut dan langsung bergerak dan berhasil menangkap tiga orang pembalak liar asli sidoarjo. Para pelaku misto, arif dan sutaman.

Petugas juga menyita Sembilan ikat kayu yang diperkirakan bervolume 4 kubik. Serta tiga gergaji untuk memotong kayu. Memang modus mereka yang sudah disosialisasikan ternyata terbukti sebab mereka juga membabat kayu basah. Kayu basah itu lalu dikeringkan . Beberapa hari kemudiaan baru diambil, jelas sodikin salah satu anggota FKPM Nirwana Eksekutif.

Hutan Mangrove Hutan Wonorejo merupakan lahan konservasi yang dilindungi undang-undang. Karena itu, orang tak boleh sembarangan mengambil kayu apalagi menebang dihutan yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi ini. Bagi yang melakukan akan mendapat sangsi sesuai dengan Undang – undang No. 23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 41 dengan ancaman hukuman yang telah ditetapkan yaitu minimal 10 Tahun penjara dan denda Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Menyamar Jadi Pemulung Tangkap Pembalak Mangrove

13 April 2010, 18:30:39| Laporan Eddy Prastyo

suarasurabaya.net| Penangkapan para pembalak kayu Mangrove di hutan Mangrove Wonorejo, Selasa (13/04) sukses dilakukan karena kerjasama yang cantik antara anggota Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) Rungkut dan kepolisian.

Operasi penangkapan komplotan pembalak liar di hutan Mangrove ini sebenarnya sudah dirancang lama. Keberadaan mereka sudah terdeteksi sejak beberapa tahun lalu. Namun tidak pernah sekalipun aksi mereka bisa dihentikan karena terkendala transportasi air.

“Mereka menggunakan perahu motor yang cepat, kita tidak bisa mengejar,” kata djoko suwondo Ketua FKPM Rungkut.

Untuk menangkap para pembalak yang diduga jumlahnya mencapai lebih dari 4 kelompok di Hutan Wonorejo ini, kata djoko, dua minggu terakhir para anggota FKPM menyusun strategi aparat reskrim. “Kita tempatkan petani tambak yang jadi anggota kita sebagai pemulung dan pencari kepiting. Hasilnya Alhamdulillah, kita bisa memantau aktivitas mereka dari dekat,” kata dia.

Saat akan diringkus dua minggu lalu, kata djoko, para pembalak ini ternyata melawan. Khawatir terjadi apa-apa, warga pun mengalah namun tetap mengawasi mereka. Barulah Selasa (13/04) ditemukan momentum tepat. Bekerjasama dengan Muspida setempat, komplotan ini berhasil ditangkap.

Menurut djoko, pelibatan warga yang dulunya pernah menjadi pembalak di hutan mangrove Wonorejo ternyata sangat efektif. “Seperti Pak FATHONI itu, dulunya ya pembalak mangrove. Tapi sekarang dia malah menjadi pelopor ekowisata Mangrove dan menjaga kelestarian Mangrove di sana,” paparnya.(edy)

Teks Foto :
- Anggota FKPM Rungkut memperlihatkan barang bukti hasil jarahan pembalak liar di hutan mangrove Wonorejo.
Foto : EDDY suarasurabaya.net

Sumber: Suara Surabaya

FKPM Rungkut Ringkus Pembalak Mangrove

13 April 2010, 18:24:21| Laporan Eddy Prastyo

suarasurabaya.net| Komunitas warga yang tergabung dalam Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) Rungkut, Selasa (13/04) berhasil menangkap komplotan pembalak kayu mangrove di hutan mangrove Wonorejo.

Mereka yang ditangkap adalah MISTO (55) nelayan warga Desa Balong Gaung RT 1/ RW 1, Candi, Sidoarjo; ARIF (32) nelayan warga kebonsari, Sidoarjo; dan SUTAMAN (39) nelayan yang juga warga Klurak RT 10/RW 3, Candi, Sidoarjo.

Djoko suwondo Ketua FKPM Rungkut pada suarasurabaya.net mengatakan sebenarnya ada 5 pembalak yang melakukan aktivitas ilegal di hutan mangrove Wonorejo, namun saat ditangkap, ternyata hanya 3 yang sedang beraksi membabat mangrove di sana.

“Saat ditangkap, kita menemukan perahu dengan motor boat berikut alat pembalakan seperti gergaji, senjata tajam, dan bekal makanan. Ada juga kayu mangrove hasil jarahan mereka sebanyak 4 kubik,” kata dia.

Modus pembalakan kelompok ini menurut djoko, cukup cerdik. Begitu menebang mangrove, tidak langsung diangkut. “Mereka sengaja membiarkan dan baru diambil keesokan harinya. Menebang dan diambil keesokan harinya, dengan begitu mereka beralasan mengambil kayu yang sudah mati,” kata djoko.

Kayu Mangrove yang dijarah itu, menurut djoko, digunakan untuk kayu bakar. “Kayu Mangrove memang jenis kayu yang paling bagus untuk kayu bakar,” paparnya.

AKP NAUFIL HARTONO Kapolsek Rungkut mengatakan ketiganya dipastikan bakal dijerat dengan pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan. Tentang jeratan pasal yang terkait dengan perlindungan alam, kata NAUFIL, sedang dikaji.(edy)

Teks Foto :
- Anggota FKPM memperlihatkan barang bukti kayu mangrove di hutan mangrove Wonorejo,
Foto : EDDY suarasurabaya.net

Sumber: Suara Surabaya

Menyamar Jadi Pemulung Tangkap Pembalak Mangrove

13 April 2010, 18:30:39, Laporan Eddy Prastyo


suarasurabaya.net| Penangkapan para pembalak kayu Mangrove di hutan Mangrove Wonorejo, Selasa (13/04) sukses dilakukan karena kerjasama yang cantik antara anggota Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) Rungkut dan kepolisian.

Operasi penangkapan komplotan pembalak liar di hutan Mangrove ini sebenarnya sudah dirancang lama. Keberadaan mereka sudah terdeteksi sejak beberapa tahun lalu. Namun tidak pernah sekalipun aksi mereka bisa dihentikan karena terkendala transportasi air.

“Mereka menggunakan perahu motor yang cepat, kita tidak bisa mengejar,” kata djoko Suwondo Ketua FKPM Rungkut.

Untuk menangkap para pembalak yang diduga jumlahnya mencapai lebih dari 4 kelompok di Hutan Wonorejo ini, kata djoko, dua minggu terakhir para anggota FKPM menyusun strategi aparat reskrim. “Kita tempatkan petani tambak yang jadi anggota kita sebagai pemulung dan pencari kepiting. Hasilnya Alhamdulillah, kita bisa memantau aktivitas mereka dari dekat,” kata dia.

Saat akan diringkus dua minggu lalu, kata djoko, para pembalak ini ternyata melawan. Khawatir terjadi apa-apa, warga pun mengalah namun tetap mengawasi mereka. Barulah Selasa (13/04) ditemukan momentum tepat. Bekerjasama dengan Muspida setempat, komplotan ini berhasil ditangkap.

Menurut djoko, pelibatan warga yang dulunya pernah menjadi pembalak di hutan mangrove Wonorejo ternyata sangat efektif. “Seperti Pak FATHONI itu, dulunya ya pembalak mangrove. Tapi sekarang dia malah menjadi pelopor ekowisata Mangrove dan menjaga kelestarian Mangrove di sana,” paparnya.(edy)

Teks Foto :
- Anggota FKPM Rungkut memperlihatkan barang bukti hasil jarahan pembalak liar di hutan mangrove Wonorejo.
Foto : EDDY suarasurabaya.net

Sumber: Suara Surabaya

Tiga Pelaku Pembalakan Liar Diamankan

Selasa, 13/04/2010 16:33 WIB

Imam Wahyudiyanta - detikSurabaya

Surabaya - Tanda tanya di balik hilangnya puluhan batang pohon mangrove di ekowisata mangrove Wonorejo terjawab sudah. 3 Orang yang melakukan pembalakan liar terhadap mangrove diamankan oleh anggota Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) Nirwana Eksekutif.

Mereka yakni Minto (55), M. Arif (32) dan Sutaman (39), ketiganya warga Candi, Sidoarjo. Sayangnya, 2 teman pelaku yakni MN dan TR berhasil kabur.

"Memang warga sudah mencurigai beberapa orang yang berpura-pura mencari ikan," ujar Kapolsek Rungkut, AKP Naufil Hartono, kepada wartawan di lokasi, Selasa (13/4/2010).

Naufil mengaku bahwa para pelaku yang adalah nelayan itu memang menggunakan modus berpura-pura mencari ikan. Anggota FKPM pun dapat menangkap mereka juga dengan berpura-pura mencari ikan. Karena jika tidak, pasti para pelaku akan kabur seperti beberapa hari yang lalu.

"Kayu mangrove itu mereka tebang dahulu kemudian besoknya diangkut menggunakan perahu," tambah Naufil.

Setelah tertangkap,para pelaku segera diserahkan ke Polsek Rungkut untuk diproses hukum. Dari mereka, petugas menyita 3 buah gergaji dan belasan batang kayu mangrove. "Dua pelaku lainnya masih kita kejar," tandas Naufil.
(iwd/fat)

Sumber: detik surabaya

FKPM Tangkap Pembalak Mangrove

Selasa, 13 April 2010 19:28

PORTALKRIMINAL.COM - SURABAYA : Anggota Forum Kemitraan Polisi Dan Masyarakat (FKPM) Nirwana menangkap tiga dari lima pelaku pembalakan hutan Mangrove di wilayahnya. Ketiga pelaku tersebut bernama Minto (35), Arif(23) dan Sutarman (29) yang ketiganya adalah warga Candi Sidoarjo. Namun, kedua pelaku lainnya kabur.

Menurut Kapolsek Rungkut Surabaya, AKP Naufil, ketiga pelaku tersebut merupakan lima pelaku yang diduga melakukan pembalakan Mangrove. Namun dua orang lainnya berhasil kabur saat akan ditangkap oleh FKPM.

”Mereka ini dalam menjalankan aksinya menyamar dengan memancing ikan didaerah Mangrove," ujar Naufil, Selasa (13/4/2010).

Kata Naufil, modus operandi yang dilakukannya selama ini dengan melakukan penggergajian Mangrove terlebih dahulu, baru keesokan harinya kayu-kayu tersebut diangkut dengan perahu.

“Mereka oleh anggota FKPM sudah dicurigai selama tiga hari selalu berlalu lalang di daerah Mangrove. Para anggota FKPM curiga dan mereka pun untuk menangkap para pelaku ini juga menyamar sedang mencari ikan," ujarnya.

Dari penangkapan para pelaku tersebut diamankan beberapa barang bukti antara lain perahu yang digunakan untuk mengangkut kayu magrove dan gergaji milik pelaku. (has)


Sumber: POrtal kriminal

Pembalakan Liar Mangrove dari Antara

foto  pembalakan  mangrove
SURABAYA, 13/4 - PEMBALAKAN LIAR MANGROVE. Sejumlah petani tambak menunjukkan barang bukti berupa potongan pohon mangrove, hasil pembalakan liar di wilayah konservasi alam mangrove, Wonorejo Rungkut Surabaya, Selasa (13/4). Pembalakan yang dilakukan tiga tersangka tersebut,berhasil digagalkan oleh petani tambak yang juga anggota Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) Peduli Mangrove wilayah Kecamatan Rungkut Surabaya. FOTO ANTARA/Eric Ireng/ss

foto pembalakan mangrove

SURABAYA, 13/4 - PEMBALAKAN LIAR MANGROVE. Sejumlah petani tambak menunjukkan barang bukti berupa potongan pohon mangrove, hasil pembalakan liar di wilayah konservasi alam mangrove, Wonorejo Rungkut Surabaya, Selasa (13/4). Pembalakan yang dilakukan tiga tersangka tersebut,berhasil digagalkan oleh petani tambak yang juga anggota Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) Peduli Mangrove wilayah Kecamatan Rungkut Surabaya. FOTO ANTARA/Eric Ireng/ss/nz/10

Sumber: Antara

Selasa, 12 Januari 2010

Kisah Fathoni sang Pembalak

Fathoni, Petani, mantan pembalak Mangrove, dan kini merupakan anggota aktif FKPM Ne, dikupas profilnya dalam Harian Jawa Pos, edisi Senin, 11 januari 2010. Harian terbesar di Jawa Timur tersebut menggambarkan Fathoni sebagai petani yang Merelakan Lahan Garapan untuk Wisata Mangrove Wonorejo. Berikut Tulisan lengkapnya.

Dulu Membalak Seenaknya, Sekarang Ikut Membudidayakan



Keberadaan Ekowisata Mang­rove Wonorejo tak bisa lepas dari pengorbanan orang-orang peduli lingkungan di kawasan itu. Salah satunya, pengorbanan Fathoni, petani yang merelakan 3 hektare lahan garapannya untuk lokasi wisata bahari tersebut.

---

LELAKI 52 tahun itu tampak bersemangat setiap kali diajak berbicara soal wisata hutan mangrove (bakau) Wonorejo. Dia begitu menguasai dan menjiwai. ''Sejak 1994 saya menanam mangrove. Jadi, ya sudah nglothok,'' ungkap Fathoni, lelaki yang rambutnya mulai memutih itu.

Keahliannya menanam mangrove merupakan bakat alam. Baru belakangan Fathoni mendapat banyak wawasan dari dinas pertanian yang memberi pelatihan. Dia memang memiliki tanah garapan di pesisir pantai timur Surabaya itu. Surat bukti objek pajak yang menyebut namanya sebagai pembayar pajak untuk tanah tersebut menjadi alasan pengakuannya. Tapi, bukan tanah milik.

Semula ada sekitar 5 hektare lahan yang digarap bapak tiga anak itu. Lahan tersebut dikelilingi hutan mangrove. Dia membuat berpetak-petak tambak di sela-sela hutan. Di samping menambak, Fathoni dulu kerap menebangi tanaman mangrove itu untuk dijual.

Dalam perkembangannya, lahan tersebut sedikit demi sedikit terkena abrasi air laut sehingga sekitar 2 hektare tanahnya terkikis. Beberapa petak tambaknya pun rusak. Hutan mangrove-nya juga mulai ''gundul''.

''Sebenarnya saya juga menanam mangrove untuk peremajaan. Tapi, pertumbuhannya kalah cepat daripada kerusakannya,'' ujar petani yang rumahnya tak jauh dari kawasan wisata mangrove itu.

Pada 2008 aktivitas penebangan liar mangrove yang dilakukan Fathoni terendus polisi. Dia pun dibawa ke Mapolsek Rungkut untuk dimintai keterangan. Awalnya dia heran, mengapa dirinya ditangkap karena memanen tanaman di lahan sendiri. Petugas lalu menjelaskan bahwa tanaman mangrove termasuk tumbuhan yang dilindungi. Dengan demikian, pembalakan dengan alasan apa pun di tepi laut Wonorejo tidak diperbolehkan.

Fathoni tersadar, penebangan mangrove yang dilakukannya salah dan merusak lingkungan. ''Sejak itulah saya merelakan 3 hektare lahan garapan saya dipakai menjadi bagian dari proyek pelestarian lingkungan di Wonorejo ini,'' tuturnya.

Tidak hanya itu. Fathoni juga berjanji mengganti setiap 200 pohon mangrove yang pernah ditebang dengan seribu pohon baru. Janji itu kini sudah terbukti. Di lahan yang pernah dibabatnya dulu, kini tampak ribuan pohon mangrove baru. Tangannya ternyata cukup ''sakti'' untuk menanam tanaman bakau tersebut. Pasalnya, untuk menanam mangrove, dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran yang luar biasa.

''Menanam mangrove itu ibarat membina rumah tangga, harus penuh perhatian dan kasih sayang," ujarnya lantas tersenyum.

Selain lahan mangrove, Fathoni mengikhlaskan sisa-sisa tambaknya untuk dijadikan fasilitas Ekowisata Mangrove Wonorejo. Di tambak itu, para pengunjung bisa memancing atau menjala aneka ikan. Ada bandeng, udang, kepiting, dan jenis ikan lain.

Dia berharap, Ekowisata Mangrove Wonorejo akan menjadi tempat wisata alternatif Surabaya yang menarik perhatian masyarakat. Di tempat itu, menurut rencana, akan didirikan stan-stan pusat jajanan dan kerajinan khas Wonorejo. ''Dengan begitu, warga sekitar sini bisa berwirausaha,'' tandasnya. (rio/upi/alb/ari)

Sumber: JawaPOS edisi Senin 11 januari 2010

Kamis, 28 Mei 2009

Artikel Hutan Mangrove Wonorejo dari Jawa Pos

[ Kamis, 28 Mei 2009 ]
Hutan Mangrove Wonorejo, Ikon Baru Tamasya Surabaya

Rangkul Karang Taruna, Bikin Bandeng Jadi Wisata Kuliner



Tidak lama lagi Surabaya menambah tempat wisata alam baru. Tempatnya di kawasan pantai mangrove (bakau), timur Surabaya. Wawali Arif Afandi menyebutnya Wisata Safari Mangrove. Jika itu terwujud, image Surabaya yang disebut tak punya potensi wisata alam bisa pupus.

GUNAWAN SUTANTO

---

''REKREASI'' bareng Wawali Arif Afandi itu dilakukan Minggu pagi (24/5). Dia bersama puluhan Pramuka Penegak Surabaya menanam mangrove di Boezem Wonorejo. Saat itu juga Arif menyempatkan menyisir pantai timur Surabaya untuk melihat konservasi bakau di kawasan tersebut.

Arif lantas berhenti di pos pantau mangrove. Di sana dia dijamu beberapa kuliner khas warga setempat. Salah satunya adalah bandeng. Merasakan kondisi tempat dan perjalanan yang mengasyikkan, Arif langsung menggagas konservasi mangrove itu sebagai tujuan wisata baru di Surabaya. Dia menyebutnya Wisata Safari Mangrove.

Untuk bisa berwisata safari mangrove, sebenarnya cukup mudah. Setidaknya perlu waktu sekitar 10 menit dari Jembatan MERR II C (Middle East Ring Road) sampai jalan masuk boezem. Rutenya, lewat Jalan Kedung Baruk, menuju Jalan Wonorejo Timur, mengikuti setren Kali Jagir.

Sampai ujung Jalan Wonorejo Timur, terdapat tanda Menuju Boezem Wonorejo. Tanda itu menunjuk ke arah kanan. Perlu sekitar 5 menit lagi untuk sampai bisa ke boezem melalui jalanan makadam.

Dari boezem itu biasanya terdapat perahu nelayan yang bisa mengantarkan pengunjung menyusuri hutan mangrove sampai pusat konservasi yang dinamakan Pusat Energy Mangrove. Di tempat itulah Kecamatan Rungkut membangun sebuah pos pantau yang cukup menarik. Rumah panggung itu dibuat dari bambu yang dirakit.

''Harus dibuat seperti rumah panggung. Sebab, jika laut pasang, air tidak masuk ke pos,'' ujar Camat Rungkut Irvan Widyanto yang mendampingi Jawa Pos menyusuri pos pantau, Minggu itu. Pos pantau tersebut rencananya menjadi pusat rekreasi safari mangrove.

Nuansanya memang cukup mengasyikkan. Pada waktu tertentu disediakan perahu karet maupun perahu motor dari Boezem Wonorejo menuju Pusat Energy Mangrove. Namun, jika tidak ada perahu karet, masih ada perahu nelayan warga setempat. Jika menggunakan transportasi air, dari boezem butuh waktu sekitar 10 menit untuk sampai ke lokasi tersebut.

Menurut Irvan, jarak boezem hingga pusat energi sekitar 3 kilometer. ''Jika tidak hujan, bisa juga ditempuh dengan sepeda motor. Harus muter dulu kalau pakai motor, jadi agak lama. Jaraknya mencapai 5 kilometer," terang Irvan.

Berwisata ke hutan mangrove lebih menarik jika dilakukan pagi hingga siang. Sebab, saat-saat itulah biasanya air laut sedang pasang. Saat air laut pasang, ombak di sekitar Sungai Wonokromo pun cukup besar, sehingga mampu menggoyang-goyangkan perahu. Menurut Irvan, selama ini selalu disediakan rompi pelampung bagi orang yang ingin menyusuri kawasan tersebut.

Jika perjalanan dilakukan menggunakan perahu, pengunjung bisa menyusuri hutan mangrove hingga pantai timur Surabaya. Kalau beruntung, misalnya tidak ada kabut, pengunjung bisa melihat bentangan Jembatan Suramadu di arah utara.

Nah, kalau mandek di pos pantau, pengunjung bisa tidur-tiduran di lantai bambu, dibelai semilir angin laut. Di tempat itu juga bisa dibaca beberapa informasi tentang ekosistem di sekitar hutan tersebut.

Mantan lurah Ampel itu menjelaskan, saat ini dirinya sedang mematangkan konsep Wisata Safari Mangrove. Irvan berjanji melibatkan warganya sepenuhnya untuk konsep Wisata Safari Mangrove. Saat ini, dia menyiapkan karang taruna di wilayah Kelurahan Wonorejo sebagai guide. ''Kami sedang cari trainer-nya. Jadi, mereka akan mendampingi pengunjung,'' ungkapnya.

Kecamatan juga sedang melakukan sosialisasi kepada nelayan yang tinggal di sekitar Wonorejo. Tujuannya, warga bersedia menjadi penyedia transportasi bagi wisatawan. ''Jadi, semua memberdayakan warga sekitar,'' tegasnya.

Bahkan, pemilik tambak di sekitar pos pantau sedang dijajaki untuk diajak menjadi penyedia wisata kuliner.

Irvan mengungkapkan, salah satu kuliner khas masyarakat sekitar adalah bandeng lumpur. Cara memasaknya, bandeng dimatangkan dengan bakaran lumpur di sekitar tambak.

Soal pos pantau itu, kata dia, ceritanya cukup unik. Sekitar 2006, terjadi pembalakan mangrove di wilayah Wonorejo. Ternyata, pembalakan itu dilakukan warga Wonorejo sendiri. Namanya Fathoni. ''Pak Fathoni itu merupakan tersangka sekaligus pahlawan,'' ujar Ridwan Mubarun, sekretaris Kecamatan Rungkut.

Menurut dia, akibat ulah Fathoni tersebut, ekosistem mangrove yang terancam mulai menjadi perhatian orang. ''Banyak yang menggalakkan penanaman kembali,'' jelas Ridwan. Perhatian pemkot, swasta, masyarakat, LSM, dan akademisi mulai berdatangan.

Untuk membalas rasa bersalahnya, Fathoni waktu itu merelakan tambak bandengnya ditanami mangrove. Hingga sekarang, sekitar 15 hektare lahan sudah ditanami mangrove. Karena itu, kecamatan dan Forum Kemitraan Polisi-Masyarakat berinisiatif membangun pos pantau. ''Sebab, kami merasa wajib mengawasi dan memelihara mangrove yang ditanam beberapa pihak itu,'' lanjut Irvan.

Sebelum dicetuskan Wawali sebagai tempat wisata baru, beberapa orang di luar Surabaya sudah berdatangan ke lokasi tersebut. Irvan menuturkan, hutan mangrove tersebut pernah diteliti oleh ilmuwan dari Jerman. Selain itu, Yayasan Kutilang pernah melakukan penelitian di lokasi tersebut.

Hasilnya, ternyata ada sekitar 144 jenis burung yang hanya terdapat di sekitar wilayah konservasi mangrove Wonorejo. ''Berarti benar layak jadi tempat wisata,'' ujarnya bangga. Dia menambahkan, berkat pengelolaan hutan mangrove itulah Kelurahan Wonorejo menjadi juara I kelurahan berhasil se-Surabaya. (*/dos)

Sumber: jawapos