Menjual Keaslian Hutan Mangrove
Sabtu, 17 April 2010 | 11:58 WIB
|
SURABAYA - Bicara soal enterpreneur tidak melulu bicara mengolah produk atau jasa yang bisa dijual ke publik. Alam pun ternyata juga bisa ‘dijual’. Tapi tentu saja berbeda dengan komoditi, alam membutuhkan penanganan yang berbeda. Tidak semuanya bisa direnovasi dan dijual.
Kali ini SMA Masa Depan Cerah di Jl Raya Bukit Darmo Golf mengajarkan entrepreneur seputar hutan mangrove di Surabaya kepada siswanya. Itu dilakukan agar siswa peduli dan ikut menjaga kelestarian lingkungan sekitar.
”Ketika awalnya diberikan tema mengenai hutan mangrove, umumnya anak-anak beride membuat taman wisata mangrove. Di mana di situ ada taman bermain, bahkan wisata menyelam dan lain-lain,” kata Ketua Project Mangrove for Life, Etty Yuliani Siahaan di sela pementasan Mangrove for Life di SMA Masa Depan Cerah (MDC), Sabtu (17/4) pagi.
Etty menyatakan enterpreneurship merupakan project yang diberikan kepada siswa kelas X setiap semester. Semester sebelumnya, siswa SMA MDC diminta membuat dan memasarkan selai.
Dikatakan Etty, awalnya rata-rata siswa tidak mengerti apa itu mangrove. Pengetahuan mengenai mangrove baru terbentuk ketika sekitar Februari lalu siswa diajak mengunjungi hutan mangrove di Wonorejo Surabaya. Dari sana siswa baru merumuskan kembali apa yang harus mereka lakukan untuk memerbaiki kondisi di sana.
Di pelajaran enterpreneurship kali ini tidak hanya melibatkan pelajaran ekonomi. Masih banyak pelajaran lain yang dilibatkan. Misalnya saja biologi mengenai konservasi alam, geografi mengenai jenis-jenis hutan. Hingga seni dan komputer yang digunakan siswa untuk mempresentasikan hasil yang mereka dapatkan melalui lagu dan video klip mengenai hutan mangrove yang semuanya dikerjakan sendiri oleh siswa. Melalui lagu dan video klip inilah mereka menjual kelestarian serta kealamian hutan mangrove untuk menarik kedatangan wisatawan.
Evelyn, salah satu siswa kelas X menyatakan, begitu mengetahui hutan mangrove tidak boleh dirombak dan harus tetap dijaga keasliannya, awalnya dia dan teman sekelompoknya hanya ingin merenovasi jalan. ”Ternyata itu juga tidak boleh karena termasuk dalam kawasan konservasi. Akhirnya kami memiliki dua gagasan,” katanya.
Dua gagasan tersebut adalah membentuk pasukan mangrove. Pasukan ini bertugas untuk mengawasi keberadaan hutan mangrove serta bersama masyarakat menjaga kebersihan hutan mangrove termasuk memunguti sampah plastik. Yang kedua membuat house of mangrove. Di rumah berkonsep alam ini bisa dilakukan pengolahan produk-produk yang berasal dari mangrove dan memiliki nilai jual misalnya sirup dari buah bogem serta batik mangrove.
Wawan Some, dari Dewan Kota Surabaya menambahkan, hutan mangrove di bozem Wonorejo ini termasuk ekowisata. ”Ekowisata berbeda dengan wisata alam,” ujar Wawan.
Dalam ekowisata ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu keterlibatkan warga dan budaya setempat serta menjaga kelestarian alam. ang
Sumber: surabayapost
Tidak ada komentar:
Posting Komentar